Teguh

  25 Sep 2017, 03:17

Banyak orangtua yang memberi nama anaknya Teguh berharap nantinya akan menjadi orang yang baik, kuat, memiliki prinsip, konsisten, pantang menyerah dan senantiasa memberi motivasi untuk terus maju. Motivasi inilah yang senantiasa ditularkan Romo Alexander Teguh Puspitoyudha, O.Carm, yang juga memiliki panggilan Teguh Ong.

Selalu memotivasi, saat mendampingi lingkungan Thomas 8, melakukan jalan salib menuju Gua Maria Fatimah Sawer Rahmat, desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Bagi umat Paroki Tomang, Gereja Maria Bunda Karmel yang pernah berziarah pasti merasakan jalan salib menuju Gua Maria Fatima Sawer Rahmat cukup berat.

Yang kedua, Teguh Slamet Rahardjo. Saat lahir dia bernama Kho Djien Tiong, putera pasangan pembauran miskin Ginem dan Go Bok Kwie, asal desa Bareng, Klaten, Jawa Tengah, pada 8 Agustus 1926. Djien Tiong memilih nama Teguh, karena dia merasa orang Jawa dan ingin selalu konsisten, pantang menyerah, menjunjung tinggi keberagaman dan pembauran.

Keberagaman dan pembauran ini ditunjukan Teguh dengan bergaul bersama seniman-seniman besar kota Solo, sejak Indonesia belum merdeka. Seperti Wiro Kingkong, Gesang, Djamaludin Malik, Thio Tek Djien-Miss Riboet, Hendroyadi, Hardiman dan Ndoro Griwo. Pada 1946, Teguh, Gesang, Hendroyadi, Hardiman dan Ndoro Griwo bergabung bersama Orkes Keroncong Bunga Mawar, pimpinan R Supomo.

Orkes ini sering pentas ke berbagai kota di Jawa Tengah. Lagu-lagu Orkes Keroncong Bunga Mawar sering disiarkan RRI Kota Solo. Pada 1949, Teguh bergabung dengan Orkes Keroncong Avond yang didirikan RA Srimulat. Lalu Teguh menikahi Srimulat dan mendirikan Gema Malam Srimulat, sebelum berubah menjadi Aneka Ria Srimulat.

Keberagaman ditunjukan Teguh dengan berbagai etnis pendukung Aneka Ria Srimulat. Pembauran ditunjukan Teguh dengan menikahi Jujuk Juariah, setelah Srimulat meninggal dunia. Hingga saat ini belum ada teater rakyat yang melegenda seperti Srimulat. Teguh, seniman serba bisa yang mampu meramu nyanyian, tarian dan komedi menjadi tontonan rakyat yang layak dinikmati.

Teguh yang ketiga adalah Yap Yun Hap, yang meninggal di Semanggi, 24 September 18 tahun lalu, di usia 21 tahun. Yun Hap - lahir di Pangkal Pinang, 17 Oktober 1977 - adalah mahasiswa jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FT-UI) tahun 1996. Ia dimakamkan di TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur.

Pada Nisannya tertulis: RIP Yap Yun Hap (Fak. Elektro FT-UI 1996), Tragedi Semanggi II (24 September 1999). Saya sekolah di UI, rakyat yang membiayai, yang mensubsidi. Maka saya harus berjuang untuk rakyat. Yun Hap adalah contoh orang muda yang teguh dan gigih berjuang. Mari kita menjawab panggilan dan pelayanan dengan teguh dan selalu berpikir positif.

Lihat Juga:

Editorial (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi