Memaknai Kerja, Membangun Keadilan

 Sigit Kurniawan  |     29 Apr 2017, 12:30

Setiap 1 Mei, dunia memeringati sebagai Hari Buruh Sedunia. Sejak lama, Gereja Katolik menaruh perhatian buruh. Mereka bahkan mendapat julukan "jantung hati" Gereja. Kepedulian Gereja ini nampak dalam Ajaran Sosial Gereja (ASG). Bagaimana relevansinya dengan dunia sekarang?

Persoalan dunia kerja sekarang ini sebenarnya tidak jauh dari persoalan seputar hal-hal normatif seperti hak-hak kaum pekerja. Misalnya, persoalan upah, persoalan kondisi kerja, perjanjian kerja, maupun kebebasan berserikat untuk para buruh dan pekerja. Demikian yang diungkapkan oleh Romo Benedictus Hari Juliawan SJ, Koordinator Karya Sosial Serikat Yesus yang salah satu fokusnya pada buruh migran kepada Warta Minggu.

"Dan, hal yang mungkin tidak enak bagi para kaum pekerja adalah masih maraknya model kerja kontrak. Dalam model ini, pekerja tidak mendapatkan kepastian sampai kapan dia masih bisa bekerja dan menghidupi keluarganya. Dengan ini, mereka tak bisa merangcang masa depan, tidak bisa menentukan bersama keluarganya untuk hari-hari, minggu-minggu, maupun bulan-bulan berikutnya. Itu perkara-perkara utama di dunia kerja saat ini," ujar Jesuit yang akrab dipanggil Romo Benny ini.

Ia mengatakan, upah buruh saat ini berada persis di angka upah minumum atau sedikit di atas upah minimum. Namun, menurut Romo Benny, ini masih jauh dari apa yang disebut dengan upah layak. Artinya, upah yang bisa menjamin kesejahteraan dan martabat hidup seseorang pekerja bersama keluarganya.

Terkait status kontrak, pekerjaan bukan membawa kepastian, justru membawa ketidakpastian akan masa depan. Tak sedikit perusahaan saat ini yang membuka pekerjaan dengan jenjang karier yang jelas.

"Terkait kebebasan berserikat, meskipun kabarnya saat ini serikat buruh begitu banyak dan kuat, tetapi sebenarnya kalau di lapangan dengan melihat sungguh-sungguh, banyak perusahaan melarang buruhnya berserikat. Padahal, sebenarnya, ini melanggar undang-undang," katanya.

Selain itu, persoalan lain masih terjadi seputar perjanjian kerja, jaminan kesehatan, jaminan keselamatan kerja, dan sebagainya. Anehnya, persoalan-persoalan itu masih di persoalan taraf mendasar atau normatif yang memang wajib karena menjadi syarat minimal kesejahteraan seseorang.

Gereja Peduli

Soal dunia kerja, sejak lama Gereja sangat peduli. Hal ini tertuang dalam seruan yang dirumuskan dalam Ajaran Sosial Gereja (ASG). ASG ini dimulai dengan keprihatinan mengenai dunia kerja, khususnya menyoroti kehidupan para buruh. Secara jelas, ajaran sosial ini dimulai dalam ensiklik yang dikeluarkan oleh Paus Leo XIII yang bernama "Rerum Novarum" dan terbit pada tahun 1891.

"Dokumen ini berbicara mengenai upah buruh yang layak. Dokumen ini juga berbicara mengenai kebebasan berserikat, bicara tentang hak anak-anak untuk mengalami masa kanak-kanak yang gembira dan bukan dipaksa untuk bekerja," ujar Romo Benny. Jadi, sambung Romo Benny, sejak awal, keprihatinan Gereja Katolik yang dituangkan secara tekstual adalah mengenai martabat manusia. Penghormatan terhadap martabat manusia ini merupakan prinsip penting dalam ASG. "Soal martabat manusia ini mau mengatakan bahwa setiap orang merupakan citra Allah. Dengan ini, kita semua memiliki kewajiban untuk mengembangkan diri dan melindungi setiap individu karena setiap individu ini bermartabat," katanya.

Termasuk juga, Romo Benny mengatakan dalam sistem ekonomi dan yang penting dalam ASG adalah ekonomi ini ada demi kesejahteraan bersama, termasuk kesejahteraan para buruh atau masyarakat. Bukan sebaliknya, masyarakat diperbudak demi kemajuan ekonomi.

Romo Benny memberi contoh yang juga pernah disampaikan oleh Paus Benediktus XVI saat bicara mengenai sistem ekonomi yang menyejahterakan. Dia selalu mengatakan, ekonomi yang harus dibangun adalah ekonomi persaudaraan. Artinya, ekonomi yang menjadikan solidaritas sebagai prinsip penting dalam mengatur ekonomi. Romo Benny juga mengatakan, Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium, mengkritik sistem ekonomi yang mengucilkan orang.

"Jadi, sekali lagi, prinsip penting dalam ASG adalah penghormatan terhadap martabat manusia. Termasuk martabat buruh, pekerja, dan setiap manusia," katanya. Ia mengatakan, seluruh tatanan ekonomi harus diatur agar masyarakat dan martabat manusia ini dijunjung tinggi. Prinsip utama kedua yang terkandung dalam ASG, sambung Romo Benny, adalah prinsip bahwa kerja itu lebih penting daripada modal.

"Prinsip termuat dalam ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II berjudul Laboren Exercens pada tahun 1981. Ensiklik ini mengatakan dengan jelas pentingnya kerja di atas modal. Penyebab utama terjadinya segala sesuatu di dunia ini, seperti produktivitas dan segala hal, adalah karena kerja manusia. Maka, kita harus menghargai kerja manusia, " katanya.

Penerapan Konkret

Lalu, apa yang bisa dilakukan? Romo Benny mengatakan, untuk para pekerja, buruh, maupun karyawan, mereka harus berani memperjuangkan hak-hak mereka. "Anda memang punyak hak sebagai warga negara. Tapi, paling penting, Anda memiliki hak sebagai manusia yang bermartabat. Jadi, perjuangkanlah hak-hak Anda ini, Jangan diam saja dan berkumpullah bersama," katanya.

Sementara itu, bagi mereka yang memiliki tanggung jawab pada nasib banyak orang, seperti pemilik perusahaan atau organisasi, Benny mengatakan, perlu memerhatikan kesejahteraan karyawan dan memenuhi hak-hak dasar mereka.

"Tak terkecuali, organisasi-organisasi yang bernaung di bawah gereja, seperti paroki atau biara. Semua juga punya karyawan yang patut dipenuhi hak-haknya. Juga dalam keluarga, para asisten rumah tangga wajib dipenuhi hak-haknya, seperti upah yang layak dan suasana kerja yang tak menindas," kata Romo Benny.

Prinsip keadilan ini, bagi Romo Benny, bertepatan dengan tema keadilan yang tertuang dalam Arah dan Dasar (Ardas) KAJ, yakni makin adil, makin beradab. Tujuan utama dalam pesan Ardas ini adalah membangun masyarakat yang makin adil dan makin. Di sini, menurut Romo Benny, ada tiga hal yang bisa kita pegang sebagai prinsip. Pertama, kerja merupakan ungkapan kreatif kita sebagai manusia. Apa pun yang kita lakukan, jadikan itu sebagai ungkapan kreatif kita.

"Kedua, menjadikan kerja sebagai sumber penghidupan yang layak. Ketiga, kerja dijadikan bentuk partisipasi kita untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik, apa pun pekerjaan kita," pungkas Romo Benny.

Lihat Juga:

Fokus (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi