Memandang Allah dalam Setiap Peristiwa Hidup

 Helena D. Justicia  |     28 Aug 2016, 15:21

Seumur hidupnya, laki-laki itu bukan orang baik-baik. Sewaktu muda, banyak hal yang dilakukannya tak dapat dipertanggungjawabkan. Saat menikah, ia seringkali berselingkuh dengan perempuan lain, bahkan punya anak dari hubungan gelapnya itu. Harta keluarga banyak yang dijual untuk membiayai gaya hidupnya yang berfoya-foya. Utangnya menumpuk, sehingga isteri dan anak-anaknya terpaksa menghadapi debt collector dan melunasi sebisanya. Sampai suatu ketika, laki-laki itu meninggal dunia. Keluarganya pun memakamkan dengan layak, dan rutin mengadakan doa.

Memandang Allah dalam Setiap Peristiwa Hidup

Kehidupan keluarga itu seringkali menjadi bahan pembicaraan di kampung, juga di gereja. Orang tak habis pikir, bagaimana mungkin ada orang seperti itu. Orang lebih heran lagi melihat keluarga laki-laki itu, yang senantiasa menjaga, membela, bahkan menanggung perbuatannya. Ketika ditanya, jawaban yang dilontarkan sangat sederhana, "Dia suamiku. Dia ayah kami."

Kemampuan ibu dan anak-anaknya untuk menerima dan menjalani hidup yang sulit itu, sungguh luar biasa. Apalagi, kecenderungan zaman sekarang, orang mudah sekali menolak penderitaan. Jangankan menderita, tampil sebagaimana realitas yang ada saja sering disangkal. Tak heran banyak istilah macam 'jaga image', 'pencitraan', 'impression management', yang intinya adalah agar tampilan diri kelihatan baik di mata orang.

Menerima dan menjalani hidup apa adanya, mungkin memang tak mudah. Menerima hidup apa adanya berarti rela mendapat perlakuan tidak menyenangkan, atau mengalami penderitaan. Itulah kerendahan hati. Menjalani hidup dengan sebaik-baiknya kendati sulit, membutuhkan kemampuan untuk menetralisir semua pengalaman buruk, mengakui kelemahan diri dan berharap pada rahmat dan pertolongan Allah. Itulah kelembutan hati.

Kita tidak datang kepada gunung yang tak dapat disentuh, api yang menyala-nyala atau kegelapan (bdk. Ibr 12:18). Kita senantiasa dipanggil untuk datang kepada Allah yang Maharahim dalam setiap peristiwa hidup ini. Menyahuti panggilan-Nya berarti menampilkan hidup penuh iman, harapan dan kasih, sebagaimana martabat yang dilekatkan Allah kepada manusia, kendati seluruh dunia mencemooh dan menertawakan kita.

Lihat Juga:

Renungan (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi