Bukan Orang Katolik Medioker

 Yeremias Jena  |     20 Nov 2016, 08:05

Akhir Oktober 2016, ketika ketika lebih dari 9.000 siswa SMP dan SMA dari sekolah-sekolah Katolik se Keuskupan Agung San Fransisco berkumpul dalam sebuah acara di University of Southern California, suasana tampak heboh. Ada energi luar biasa yang tercurah. Tetapi, ketika Uskup Robert Barron memasuki Galen Center, aula tempat di mana ribuan anak muda itu berkumpul, sambil membawa Sakramen Maha Kudus untuk sesi adorasi, semua orang mendadak hening.

Bukan Orang Katolik Medioker

Sang Uskup mengawalinya sesi refleksi rohani dengan meminta seluruh siswa berteriak sekencang-kencangnya. Dan ketika para siswa telah tenang, Uskup Barron berkata, "Saya ingin kamu mengingat momen ini dalam hidupmu, bahwa ketika kita bersatu, ada kekuatan besar yang bisa keluar dari diri kita."

Dinamika ini baik sebagai jalan masuk untuk menyampaikan renungan. Saya sepakat dengan Uskup Barron, bahwa panggilan dasar kita untuk menjadi "pembawa kabar suka cita Allah" sudah terlalu lama kita diamkan. Kita tidak ingin menonjolkannya. Kita hanya ingin menjadi orang Katolik pas-pasan, menghadiri misa seminggu sekali cukup, di luar itu "bukan urusan saya". Apalagi mengambil bagian dalam misa perutusan Gereja dengan menjadi katekis, ketua lingkungan, atau tugas kerasulan lainnya.

Satu hal yang ditekankan Uskup Barron dan menurut saya cocok dengan situasi kehidupan menggereja kita adalah ajakan untuk tidak menjadi orang Katolik medioker. Kita didorong untuk menjadi orang Katolik yang hebat, luar biasa, penuh komitmen, tidak menyerah pada situasi hidup, menghidupi warta kabar gembira di mana saja kita berada, dan seterusnya.

Chuck Lawless dalam tulisannya berjudul 12 Signs of Mediocrity in a Church yang terbit di TheChristian Post edisi 13 Januari 2015 menyebut dua belas tanda sebuah gereja telah menjadi medioker. Tiga dari 12 tanda itu menarik untuk ditonjolkan: tidak adanya strategi pastoral, toleransi pada kesalahan dan dosa, serta rendahnya partisipasi dalam kehidupan menggereja.

Paroki kita sudah menghasilkan rencana dan strategi pastoral tahun 2017. Adalah tugas kita semua untuk mengegolkan rencana dan strategi itu jika kita tidak mau disebut umat atau gereja yang medioker. Dan itu, suka atau tidak, sangat ditentukan oleh sejauh mana kita mengambil bagian secara aktif dalam setiap aktivitas gerejani. Tetapi di atas semuanya itu, suasana hati yang bersih mestinya menjadi dasar kokoh bagi seluruh karya kerasulan kita. Tanpa itu, kita merasul atau menggereja hanya untuk memuliakan diri sendiri.

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi