Kemartiran Ibu Maria Merupakan Pilihan Untuk Setia Dan Mewujudkan Sabda Allah

  27 Oct 2010, 22:14

Berbicara tentang Ibu Maria bagi kita orang Katolik pasti langsung mengingatkan kita akan doa rosario, devosi pada Maria, Novena atau tempat-tempat ziarah Maria. Padahal kalau kita menengok Kitab Suci dan kita kaitkan dengan budaya dan situasi zaman "itu" saya yakin bahwa Maria mempunyai pilihan yang sulit ketika harus menyandang gelar sebagai ibu karena harus mengandung Yesus di luar perkawinan. Pergulatan pilihan yang mengandung resiko ini diambil oleh Maria sebagai pilihan hidupnya, karena Maria siap untuk menderita demi misi Allah Bapa yang ia cintai. Menderita demi misi penebusan melalui Putera-Nya yang dikandungnya menuntut sebuah konsekuensi pahit. Bentuk dari pilihan demi kemuliaan Allah meski mengandung konsekuensi pahit inilah yang saya sebut sebagai kemartiran. Mengapa Ibu Maria yang kita cintai menjadi martir???

PertamaKemartiran Maria merupakan konsekuensi dan kesiapsediaan Maria untuk menerima resiko atas "opsi" pilihan mengandung Yesus dari Roh Kudus. Suatu pilihan yang berbeda bahkan berseberangan dari kebiasaan yang berlaku saat itu.

KeduaKemartiran Maria merupakan kesiapan Maria untuk menderita demi sebuah kesetiaan pada janji Allah. Meski kesetiaan itu membutuhkan kesiapan dan pengorbanan dalam seluruh hidupnya. Meninggalkan "keenakan"sosial kebanyakan orang menuju kerelaan bersama Allah untuk mewujudkan kehendak-Nya di dunia.

KetigaKemartiran Maria merupakan pilihan untuk setia dan wewujudkan Sabda Allah menjadi tanda nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kemartiran Maria ini ditunjukkan dari mendengarkan Sabda kepada perwujudan nyata sabda Allah menjadi karya penebusan dan pembebasan umat manusia.

Pertanyaan "nakal"dalam hati saya ketika menulis ini tidak lain: "ngapain sih kita kok ngributin Maria?" Tradisi Gereja Katolik meletakkan Maria sebagai Ibu dan teladan iman. Ketika kita mempunyai penghormatan dan devosi kepada Ibu Maria tercinta ini, maka berlaku pula semangat kemartirannya untuk mereka yang bertekun dan setia kepada Maria. Mencintai Maria dalam doa dan kesalehan tentu tidak ada artinya kalau hanya berhenti pada "perasaan mencintai"saja tanpa diwujudkan. Mencintai Maria dibutuhkan wujud cinta itu. Nah, jawabannya jelas dan tegas. Mari kita budayakan semangat kemartiran Maria.

Dalam zaman kita semangat kemartiran tentu tidak sekedar menumpahkan darah atau berdarah-darah membela iman. Zaman modern ini dibutuhkan semangat kemartiran seperti Maria; martir darah putih. Yaitu sikap konkret dari kita sebagai orang Katolik untuk mengikuti jejak kemartiran Maria. Bagaimana?

PertamaOpsi kita sebagai orang katolik tidak lain adalah membudayakan budaya Allah sendiri dimana cinta kasih, kejujuran dan anti kekerasan merupakan bagian dari pilihan hidup dan iman kita. Maria menjadi martir karena berani mengambil resiko untuk berbeda dengan trend zaman dan masyarakat. Kita melihat bahwa budaya korupsi tanda ketidakjujuran bangsa, kekerasan baik terhadap manusia dan alam, pengrusakan alam adalah situasi dan bahasa sehari-hari bangsa kita. Sehingga yang kuat menang dan yang lemah kalah adalah realitas yang terjadi. Berani berenang melawan arus zaman dengan berani me-ngambil resiko tidak populis mungkin pilihan yang tepat. Kemartiran membutuhkan orang-orang yang masih memiliki pola pikir benar atau salah, kalau benar kita pertahankan kalau salah kita minta maaf. Tentu kita tahu menempuh jalan alternatif banyak resikonya. Bukankah sebuah kemartiran kalau kita berani menghadapi resiko demi membudayakan budaya keselamatan. Tidakkan Ibu Maria juga sama, demi keselamatan berani menghadapi resiko.

KeduaBerbeda dan menempuh jalan alternatif dengan membudayakan budaya lain (dalam bahasa KWI "habitus baru") merupakan sikap yang pasti menderita. Disingkirkan, dicemooh bahkan dibunuh mungkin sebagai pilihan juga. Kemartiran merupakan sebuah sikap siap menderita demi terwujudnya kehendak Allah di bumi ini. Terlibat dalam hidup Allah dan mewujudkannya demi berkat bagi orang lain meski ada penderitaan tidak lain adalah semangat kemartiran. Kita menderita bukan karena penderitaan konyol, melainkan ada nilai yang kita tawarkan, yaitu berjalan bersama kehendak Allah sendiri.

KetigaKemartiran dalam zaman modern tidak lain adalah pilihan dan konsekuensi riil sebagai orang katolik untuk setia pada Sabda Allah. Setia pada Sabda Allah berarti tidak hanya mengerti, tahu, bahkan bisa menjelaskan Kitab Suci dengan bagusnya. Lebih tegas lagi setia pada Sabda Allah adalah terlibat dan melakukan kehendak Allah sendiri dalam sabda-Nya. Dan kehendak Allah hanya satu, yaitu hadir dalam sabda dan karyanya lewat para murid Yesus (termasuk kita) untuk mewujudkan karya penebusan dan pembebasan. Pembebasan manusia seutuhnya, tidak hanya rohani tetapi juga jasmaninya juga.

Kemartiran Maria yang selama ini tersembunyi dan mungkin kurang kita pahami semakin konkret dan manantang kita, ketika kita berani membuka mata hati kita untuk sekitar kita. Dan kita disebut sebagai pecinta Maria kalau kita juga berani membuka mata hati kita kepada sekitar kita dan berbuat untuk melahirkan karya penebusan dan pembebasan kita di tengah-tengah keterpurukan bangsa kita. Dan inilah panggilan nyata setiap orang katolik yang mencintai Maria. Apakah Anda sungguh cinta pada Ibunda Maria? Kalau mencintai dia, mari kita mencoba untuk peduli dan hadir sebagai pembawa berkat penebusan dan pembebasan.

(Aldi O' Carm)

Lihat Juga:

Tema Minggu (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi