Mengisi Kemerdekaan Diam Itu Bukan Pilihan

 Ign. Sunito  |     17 Aug 2014, 12:44

Ketika di tahun 1950-an Sir Edmund Hillary menjadi manusia pertama yang berhasil mencapai puncak Everest, gunung tertinggi di dunia, ia menjadi perhatian dunia dan dikerubuti para wartawan. Hanya
satu wartawan saja yang menjumpai sherpa (pembantu pendaki gunung) Tenzing Norgay, yang menyertai Sir Edmund dan bertanya, "Sebagai seorang sherpa semestinya Anda yang lebih dulu menginjak kaki di puncak Everest?" Jawab Tenzing, "Betul! Sebagai seorang pemandu saya harus berjalan di depan. Tapi tinggal satu langkah lagi mencapai puncak, saya mempersilahkan Sir Edmund untuk mendahului saya." Wartawan terus mendesaknya, "Mengapa hal itu Anda lakukan?"Ini kata Tenzing: "Itu impian Sir Edmund, bukan impian saya. Impian saya adalah membantu orang
lain untuk mencapai cita-citanya."

Mengisi Kemerdekaan Diam Itu Bukan Pilihan

Kisah ini inspirasi renungan 17 Agustus 2014 ini di tengah iklim suksesi kekuasaan Pilpres/Cawapres yang kini berlangsung alot. Bagaimana kisah orang-orang muda dari berbagai profesi gerah melihat suasana yang sudah tidak sehat dalam melakukan kampanye. Persis ketika rakyat bergerak untuk mencapai Indonesia merdeka melawan penjajah. Kini yang "dilawan" adalah bangsa sendiri yang sangat bernafsu untuk memperoleh kekuasaan dengan segala cara. Dari fitnah-fitnah ala Obor Rakyat sampai pembentukan situs-situs palsu mengobral kepalsuan-kepalsuan tanpa malu. Bayangkan kalau mereka berkuasa? Amit-amit jabang bayi!

Gelombang perobahan dengan Revolusi Mental menggerakkan semua lapisan untuk membantu terwujudnya cita-cita luhur ini. Dari seorang Ainun Najib (baca editorial) sampai para seniman-seniman muda yang mempunyai banyak pengikut aktif membantu (konser besar Dua Jari). Sampai Jay Subiyakto rela memanjat tiang setinggi 20 meter di Stadion Senayan mengabadikan momen konser dengan latar belakang lautan manusia.

MEMBANTU & BERGERAK
Fenomena Pilpres/Cawapres mengembalikan semangat kegotongroyongan dan kesukarelaan rakyat dalam partisipasi politik. Juga menumbuhkan kelompok masyarakat madani yang semakin kuat, yang dulu terdominasi oleh keinginan untuk masuk partai politik. Munculnya tokoh JKW/JK menunjukkan bahwa individu calon bukan asal partai, lebih menentukan pilihan rakyat. Berkoalisi dengan rakyat terbukti lebih menggelorakan semangat kesukarelaan ketimbang berkoalisi dengan elit partai politik yang gemar memobilisasi rakyat. Seperti dulu Revolusi 45 seluruh rakyat rela mendukung Soekarno/ Hatta. Dan dukungan banyak banyak partai bukan penentu kemenangan.

JKW inspirasi bagi anak-anak keluarga biasa, bukan pejabat atau darah biru penguasa, boleh membangun mimpi tak bertepi. Asalkan punya orientasi dan tahan gempuran untuk bisa menjadi presiden. Lihatlah bagaimana sikap tak terpuji mencoba membendungnya. Air bah sejarah tak mungkin dibendung dengan sehelai jerami, terlebih jerami yang dianyam dari serabut-serabut fitnah. Dari lembaga survey abal-abal sampai kebohongan siaran TV. Jalan ke depan untuk mengisi kemerdekaan menanti. Dan diam saja, itu bukan pilihan. Dirgahayu NKRI merayakan Kemerdekaan ke-69. (Ign.Sunito)

Lihat Juga:

Tema Nasional (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi