Kemiskinan

  14 Jan 2011, 22:02

Namanya Anda, remaja laki-laki 18 tahun, mahasiswa teknik sebuah PTN di Jakarta. Selain tampan ia juga tampak galant dalam pergaulan. Pendeknya banyak sifat terpuji dalam dirinya, ini menurut teman-teman maupun lingkungan keluarga. Namun banyak orang tidak tahu, 18 tahun lalu di sebuah shelter bus kota di Jakarta Timur ada seorang ibu gelandangan tengah kesulitan mendiamkan bayinya yang menangis terus menerus. Bayi itu pasti kelaparan atau kehausan, sementara kedua susu ibunya sudah kempes tak berisi ASI. Ya, karena ibu itu juga lagi menahan lapar.

Di sana pula waktu itu, ada seorang ibu lain yang juga sedang menunggu bus kota. Ia tidak tahan mendengar suara tangis bayi laki-laki itu. Ia minta bayi itu, tentu beserta ibunya dibawa ke rumahnya. Kisah selanjutnya, bayi laki-laki itu adalah Anda yang sekarang. Dan ibu asuh itu kebetulan kerabat dekat kami (penulis), ia menjadikan Anda anak angkatnya melengkapi dua anak kandungnya sendiri. Padahal waktu keluarga itu mengangkat anak, kehidupan ekonominya masih dalam kondisi perjuangan.

Tulisan ini terinspirasi berita Kompas(7/1/011) tentang sepasang suami-isteri di sebuah desa di Indramayu bunuh diri dengan menggantung diri. Sebelum bunuh diri, si ibu menitipkan uang Rp 1 juta kepada anak laki-lakinya yang berumur 12 tahun dengan pesan "jaga kedua adikmu". Keduanya juga anak laki-laki masing-masing berumur 9 tahun dan 3 tahun.

Kemiskinan dan tekanan ekonomilah penyebab kasus bunuh diri yang akhir-akhir ini marak lagi, baik di Jakarta maupun tempat lain. Kadar kemiskinan tidak lagi sekedar masalah kekurangan pangan, kelaparan, tetapi sudah mencapai tahap ekstrem ketiadaan makanan.

Ledakan penduduk Indonesia membuat kita bersaing ketat di lapangan kehidupan, menjadikan kita kadang acuh terhadap penderitaan sesama karena diri kita juga menderita, apalagi kalau kita melihat ke "atas" para elit kita juga tidak peduli akan penderitaan rakyatnya. Uang rakyat dibuat bancakan, korupsi sebuah kacamata menebalnya kemiskinan nurani. Di mana dampaknya luar biasa, munculnya kejahatan luar biasa (seperti kasus Gayus) membiarkan kemiskinan semakin merajalela. Rakyat dibiarkan menderita dan bergulat hanya untuk sekedar mencari makan. Sementara di pihak lain ada hidup berkelimpahan.

Alinea pertama tulisan ini menunjukkan, "di tengah lumpur kehidupan masih ada mutiara". Dan Anda masing-masing terutama umat Katolik bisa, asal mau, menjadi "mutiara-mutiara itu". Tidak usah menunggu menjadi orangtua asuh dengan persyaratan sang anak harus mempunyai IP 3 atau juara-juara kelas terlebih dahulu. Di sekeliling Anda banyak calon "Anda-Anda" yang menunggu uluran tangan Anda?

(ED)

Lihat Juga:

Editorial (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi