Hedonisme, Memuja Yang Duniawi

  14 Apr 2011, 06:14

Hampir setiap hari di layar TV kita melihat tayangan Ratu Pembobol Bank, Inong Melinda Dee, MD (47). Ia membobol banknya sendiri, CitiBank. Dengan uang tidak halal itu ia mengumpulkan mobil mewah yakni dua mobil Ferrari, Mercy dan sebuah jeep Hummer. Kalau ditotal berharga lebih dari 11 milyar rupiah.Televisi juga memamerkan gigolonya, pemuda maco berumur 22 tahun, ngakunya sudah terikat perkawinan siri dan ia sendiri dimodali dua mobil Ferrari serta rumah me-wah. Bikin ngiri saja para pemuda matre yang tak seberuntung mainannya MD tadi.

Sungguh kontras dengan keadaan Selly, juga "pembobol" tapi kategori ecek-ecek yang dituduh menipu sana-sini dan akhirnya tetangkap polisi di Bali. Semua kita saksikan melalui layar TV. Kedua adegan itu hanya sebuah contoh di mana iklim hedonisme begitu merasuk dari kelas "atas" sampai "bawah".

Di zaman hedonistik, materialistik, sekaligus individualistik ini tampak jelas jurang antara si kaya dan si miskin yang begitu fantastik. Kelas bawah maupun kelas kaya sekalipun, terus memburu kebutuhan-kebutuhan yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Yang miskin ingin meniru gaya hidup orang kaya, dan yang kaya mengejar gengsi. Keduanya sama-sama ingin memamerkan kekayaan. Ingin dikagumi orang sehingga begitu puas rasanya jika yang memandang mereka sampai melotot atau keluar "air liurnya" karena ndomblong, melongo..cekk..cekk...cekkk.

Sebuah gaya hidup metropolitan: yang satu harus mengungguli yang lain terutama kekayaan, dan keadaan ini sudah menjadi budaya. Celakanya, kesempatan ini tak disia-siakan oleh para pebisnis uang terutama bank. Berbagai promosi yang menggiurkan, dari desa-desa yang masih berwujud rentenir jalanan sampai di kota-kota metropolitan yang menjelma menjadi kartu gesek, atau SMS-SMS kredit tanpa agunan. Lha, kalau kebetulan ada jabatan di birokrasi dan ada kesempatan kewenangan keuangan, ya, akhirnya jatuh dalam pelukan setan korupsi. Kalau tidak ada kesempatan, diciptakan kesempatan untuk ngentit. Pendek kata, ya, ini gambaran hedonistik.

Menjadi umat Katolik tidak ditabukan untuk menja di kaya.Bangunan gereja juga tak akan ada jika tidak ada uang. Namun jangan sampai uang menjadi kekuasaan, kebenaran dan keadilan seperti contoh di atas. Berbagai fenomena sosial di luar altar adalah cermin untuk diri kita sendiri dalam memperkuat iman Kristiani kita. Semakin kita kaya dalam pengalaman spiritual makin jernih kita memandang suatu persoalan. Terutama menyiasati kebutuhan diri kita masing-masing. Sing eling, yo, poro sedulur! Waspadalah, hei, para saudaraku.

(ED)

Lihat Juga:

Editorial (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi