Rezeki

  17 Jun 2011, 17:26

Suatu saat di Hari Minggu terjebak kemacetan di jalan Margasatwa arah Kebon Binatang Ragunan. Jalur busway yang kosong sungguh menggoda. Benar saja beberapa mobil langsung nyelonong masuk jalur dan celakanya searah dan sejajar dengan penulis sudah nongkrong seorang polisi. Terjadilah pemandangan polisi itu ibarat seorang "kasir" yang langsung menerima setoran duit. Dalam tempo sekian menit, masuklah uang ratusan ribu sebagai rezeki nomplok. Demikianlah salah satu pemandangan Kota Jakarta sehari-hari dalam mengamati para warganya mencari rezeki. Ironi sebuah kota Metropolitan, berbagai profesi dan bermacam cara yang gampang, ya gampang sekali nyari duit. Yang susah, ya, susahnya setengah mati.

Demikian juga ketika ziarah ke makam orangtua di Solo, penjaga makam bercerita salah satu anaknya nekad pergi ke Jakarta karena bayangannya di Ibu Kota gampang cari uang. Dan koran Kompas memberitakan seorang murid SMP di Temanggung, Jateng, berusaha untuk mengantongi ijazah SMPnya untuk modal pergi ke Jakarta. Jakarta, memang, salah satu kota besar yang mempunyai daya tarik luar biasa. Anak-anak muda sudah pada bergelimangan uang milyaran rupiah. Masa bodoh dari mana asal uang itu?

Terbukti ketika menyaksikan acara SCTV "Uya Memang Kuya" dengan hipnotisnya kepada pasangan muda. Lelakinya (33) mempunyai profesi kondektur bus kota, isterinya (25) dalam keadaan tidak sadar menyatakan keinginannya agar suaminya meniru seperti Gayus Tambunan. Ketika diberitahu Uya, itu kan, duit korupsi dan kena tangkap. Si isteri menjawab, masa bodo yang penting banyak duit. Ini gambaran umum betapa sumpeknya hidup di Ibu Kota bagi mereka yang belum atau tidak memiliki keberuntungan. Cita-citanya terfokus, punya duit banyak.

Seiring dengan bertambah umur Kota Jakarta yang makin mempersolek diri, tetapi di satu pihak warganya sebagian besar atau hampir seluruhnya tertimpa stress berat. Tuntutan hidup di Metropolitan begitu menindih, jurang antara si kaya dan si miskin makin melebar, luapan emosi bisa meledak sewaktu-waktu bagi setiap warganya. Maka, tak heran solidaritas antar warga begitu tipis. Masalah sepele saling bersinggungan, akibatnya tawur atau malah saling bunuh. Semua berebut lahan, dan umpan yang namanya rezeki. Inilah gambaran HUT Jakarta ke-484.

(ED)

Lihat Juga:

Editorial (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi