Ketika Jakarta Kembali Normal

  26 Sep 2010, 21:02

Betapa nikmatnya berkendaraan di dalam kota Jakarta selama seminggu terakhir ini. Lalu lintas "abnormal" alias sepi, ingin kemana saja ayo saja. Rasa stres berkurang, paling tidak hantu kemacetan sementara menyingkir tidak mengganggu manusia. Namun mulai minggu ini Jakarta akan kembali normal, rutinitas untuk merebut sejengkal ruang jalan untuk melaju kendaraan kita jalani lagi. Kembali masalah rutinitas lagi, Jakarta pasti ketambahan penduduk baru lagi, kaum urban yang mencari rezeki di Ibu Kota. Dengan kepadatan penduduk rata-rata 18.000 jiwa per kilometer persegi, Jakarta kini tempat "ladang" penghidupan hampir 10 juta jiwa. Kota yang penuh sesak dan sudah dalam kategori stroke.

Kaum urban yang mayoritas tanpa pendidikan terus menciptakan kelompok "kreativitas" berwujud aneka jenis pekerjaan yang tak lazim di negara-negara maju. Ditengarai makin banyaknya mester cepek, asongan dan tukang lap mobil di setiap lampu lalu lintas, pemulung, parkir liar, preman lapak, berbagai jenis ojek dan lain-lain. Akibatnya, semakin lama semakin rumit dan menimbulkan permasalahan sosial. Meski oleh pakar disebut sebagai jalan pengentasan atas nama pengangguran. Jenis profesi ini menciptakan pembagian kemiskinan. Bagaimanapun profesi ini adalah selain penghasilan rendah juga tak menentu.

Pemda DKI selalu gagal dalam soal planologi, terutama menata kembali ruang perkotaan. Karena masalah ruang kota yang sudah terpolarisasi dan tersegmentasi makin sulit dan rumit. Di satu pihak ruang formal tumbuh (bagi mereka yang berduit), namun ruang informal juga tak kalah untuk berkembang. Ruang-ruang kumuh berdampingan dengan perumahan elit.

Sudah menjadi rahasia umum, mudik Lebaran bukan saja ritual silaturahmi, namun juga sebagai simbol kesuksesan kaum urban. Baik yang sukses betulan maupun semu. Pulang kampung dengan simbolisasi kesuksesan kota besar, menjadi magnet urbanisasi. Mereka menjadi tumpuan keluarga untuk mengajak anggota untuk mencari atau dicarikan kerja. Jakarta memang surga bagi para pemburu keuntungan dari segenap lapisan. Baik bagi para pengusaha maupun birokrasi. Pendeknya magnet seolah di Jakarta "gampang cari duit" juga menyebar ke lembaga-lembaga keagamaan. Lihat saja orang-orang di daerah, ketika mendirikan tempat ibadah di wilayahnya, mereka selalu fokus mencari dana di Jakarta.

Tidak bisa disangkal, kita, kebanyakan umat MBK juga rata-rata adalah kaum urban. Kita memang punya empati dan simpati. Semoga bantuan kita meski tidak seberapa, melalui misi Gereja, pastoral gembala baik, semoga bisa meringankan bagi mereka yang kurang atau tidak beruntung.

(ED)

Lihat Juga:

Editorial (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi