Paus Fransiscus Pembawa Musim Semi Gereja

 Ign Sunito  |     4 Oct 2015, 17:42

Setiap kali mengikuti kunjungan Paus Fransiscus ke luar negeri, kita umat Katolik selalu disuguhi pernyataan-pernyataan yang menjadi realitas kehidupan nyata. Dan pernyataan itu bagi kaum fundamentalis Katolik akan selalu mengerinyitkan dahi? Seperti dalam kunjungannya di Kuba dan AS pertengahan September 2015 lalu, bahwa kesalehan umat Katolik ukurannya bukan rajinnya mengikuti misa di gereja. Ditambah bahwa soal perceraian perlu mendapat pertimbangan. Paus yang dahulu adalah Uskup Jorge Mario Bergoglio, Uskup Buenos Aires, Argentina ini menembus kebuntuan selama 1200 tahun Paus yang selalu didominasi orang-orang Eropa. Sejak menjabat uskup kiblatnya tak pernah melupakan realitas nyata kehidupan diluar Gereja. Paus yang berasal dari Ordo Jesuit ini dijuluki " Paus pembawa sapu " dan disambut sebagai "pembawa musim semi Gereja ". Tak heran majalah TIME memilihnya sebagai " Man of The Year' 2013.

Gebrakan pertama setelah terpilih menjadi Paus, membuka mata akan kekurangan/kelemahan KURIA (Kabinet Vatikan) yang hanya terpaku pada soal administratif Gereja semata. Tanpa menyentuh bagaimana kiprah Gereja dalam kehidupan nyata. Pandangan hidupnya lugas, solusi baru, spontan, segar, dalam menghadapi persoalan Gereja dan kemanusiaan. Bisa membuat banyak pejabat Gereja tersindir dan "kepanasan". Paus Fransiscus mengutip kata St. Agustinus " Bukankah kesempurnaan manusia adalah mengetahui ketidaksempurnaannya? "

PIDATO DIDEPAN KONGGRES AS

Bagi mereka yang menyimak pidato Paus Fransiscus didepan Konggres AS melalui CNN, Paus menunjukkan sikapnya tanpa tedeng aling-aling menunjukkan kekuatan moral yang dimilikinya. Mampu berselancar diatas kepentingan politik Negara Adi Kuasa itu, karena keberpihakannya kepada kaum miskin, para korban akibat perusakan alam/lingkungan. Ia dengan lantang mengingatkan bahwa "jeritan ketidakadilan sebagai dosa sosial telah sampai di surga " Seruan yang tidak ada beban untuk berseberangan dengan AS. Sebagai tiang api moralitas. Apakah Paus bermain politik? Terlalu picik tuduhan itu. Karena setiap posisi moral selalu berimplikasi politik. Dari sikap itu bagi mereka yang mengikuti sepak terjang Paus kita ini,jelas paus ingin membawa Gereja untuk "keluar ke jalan-jalan guna memberi kesaksian dan mempengaruhi kebijakan publik".

Paus telah menjadi pemain publik yang agresif dalam politik sekuler mulai dari persoalan intern Gereja sampai masalah sosial,ekonomi dan perusakan lingkungan. Paus pun menyadari bahwa sikapnya ini akan nmembawa implikasi tidak hanya pada dirinya sendiri tetapi juga lembaga kepausan dan Gereja Katolik yang ia pimpin. Sikapnya ini tak terlepas dari latar belakang kehidupan nyata di negaranya, Argentina, dan suasana pergolakan Negara-negara Amerika Latin. Disana tumbuh Teologi Pembebasan, para biarawan solider dengan kaum miskin yang berjuang terhadap penindasan kaum kapitalis. Sampai taruhan perjuangannya adalah nyawanya sendiri.

Gereja Katolik sudah " membuka jendelanya" lebar-lebar agar angin segar leluasa masuk sejak Konsili Vatikan II (1962-1965). Dalam kehidupan nyata menghadapi sejumlah persoalan besar seperti sekularisme, keterlibatan politik,ketidakadilan di dunia ketiga, jurang si kaya dan si miskin,rusaknya lingkungan hidup, ekstrimisme agama, merajalelanya kapitalisme dan neokolonialisme, runtuhnya moral, dan terlebih masuknya pandangan baru mengenai seksualitas. Ini butuh keterlibatan nyata bukan saja hanya seorang Paus, tetapi juga kita semua umat Katolik.

Lihat Juga:

Fokus (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi