Toleransimu Toleransiku Toleransi Kita

  9 Jul 2017, 05:37

Kain tenun kebhinekaan Indonesia sempat koyak, pasca pilkada DKI lalu. Untuk menjahit kembali, ternyata tidak mudah. Pasti akan meninggalkan bekas. Bekas inilah yang ingin dikikis Gereja Katolik, lewat toleransi.

Gereja pun melakukan perubahan, keluar menyapa dan membaur demi toleransi. Seperti inti khotbah yang disampaikan Mgr. Robertus Rubiyatmoko, Uskup Agung Semarang, membangun Gereja yang srawung, yang keluar dan merangkul siapapun.

Toleransi itu terlihat nyata pada Minggu, 25 Juni 2017, lalu, ketika umat Islam di seluruh Indonesia merayakan hari raya Idul Fitri, yang kebetulan jatuh di hari Minggu, hari saat umat Kristen dan Katolik menjalankan ibadah.

Toleransimu Toleransiku Toleransi Kita

Kebetulan pula, lokasi gereja Katedral Jakarta berdekatan dengan Masjid Istiqlal, sehingga langkah yang diambil Romo Rudi Hartoko, Kepala Paroki Katedral bersama Dewan Paroki Harian (DPH) untuk tidak mengadakan misa Minggu pagi menuai banyak pujian dari umat Islam, yang melaksanakan ibadah sholat Ied di Masjid Istiqlal.

"Ini situasi agak khusus, karena bersamaan dengan hari Minggu. Kami memahami umat Muslim hanya ada satu waktu serentak untuk sholat Ied, sedangkan misa bisa menyesuaikan diri karena ada beberapa kali dalam hari Minggu," kata Romo Rudi.

"Alhamdulilah, ini suasana yang sangat indah, toleransi antar umat. Saya tidak bisa membayangkan betapa macetnya, apabila Gereja Katedral di saat yang sama mengadakan misa. Semoga Jakarta, Indonesia, semua agama, golongan, semakin baik ke depan," ujar Iswadi, jemaah asal Tambora, Jakarta Barat.

Tidak hanya Gereja Katedral Jakarta, Gereja Katolik Maria Ratu Para Rasul Pamekasan, di Jawa Timur juga menyediakan arena parkir khusus kendaraan umat Islam di halaman gereja itu, yang hendak menunaikan sholat Idul Fitri, di Mesjid Agung As-Syuhada, Pamekasan.

Lokasi gereja dan masjid yang berdekatan memang membuat kedua umat ini mesti mengalah untuk bisa melaksanakan ibadah. Dalam pengumuman yang dipasang di pintu gereja, pengurus gereja Katolik mempersilakan umat Islam untuk menggunakan halaman gereja mereka sebagai tempat parkir.

Begitu pula yang terjadi di Jember. Gereja Katolik Santo Yusup juga mengubah jadwal misa untuk menghormati umat Islam yang akan melaksanakan Sholat Ied di Masjid Jami Al Baitul Amin. Jarak antara Gereja Santo Yusup dengan Masjid Al Baitul Amin, yang sangat berdekatan membuat pihak gereja mempertimbangan perubahan jadwal misa.

Selain itu banyak kendaraan umat Muslim yang beribadah Sholat Ied, diparkir di sekitar Gereja Santo Yusup, Jember.

"Kami sudah menyosialisasikan perubahan jadwal misa itu kepada seluruh umat, dua pekan lalu, karena Gereja Santo Yusup sangat menjaga toleransi dan kebersamaan untuk menghormati sesama dan agama lain," kata Ketua Musyawarah Antar-Gereja Ignatius Sumarwiadi.

Tidak hanya menyediakan ruang parkir dan menunda jadwal misa, pihak Orang Muda Katolik (OMK) di Gereja Santo Yusup, Jember ini pun tidak mau ketinggalan, ikut memanfaatkan momen Idul Fitri, dengan suka rela menjaga kendaraan yang dititipkan di halaman parkir gereja.

"Silakan warga yang ingin menitipkan kendaraannya di halaman gereja karena kami akan menjaga dengan senang hati, para OMK siap membantu bersih-bersih setelah pelaksanaan sholat Ied di Masjid Baitul Amin," kata Thomas, salah satu OMK Gereja Santo Yusup.

OMK Gereja Hati Kudus Yesus, Malang juga tidak kalah sigap. Mereka memanfaatkan situasi Lebaran untuk menebar toleransi dengan membagikan koran bekas untuk digunakan sebagai alas sholat Ied. Sebuah pelayanan sederhana namun sangat bernilai.

"Hanya ini yang bisa kami lakukan untuk para saudara muslim yang melaksanakan sholat Ied. Koran bekas untuk mereka, setelah sholat Ied selesai, tim kami segera membersihkan koran bekas tersebut dari halaman gereja," ungkap Tonny, salah seorang OMK yang sedang bertugas.

Forum Persaudaraan Umat Beriman

Keberagaman, kebhinekaan dan toleransi merupakan tiga poin penting yang selalu digaungkan oleh RD Yosef Suyatno Hadiatmaja lewat Forum Persaudaraan Umat Beriman, Yogyakarta yang didirikan pada 24 Maret 1997, bersama pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummahat, Kotagede, Yogyakarta, KH Abdul Muhaimin.

Bagi Romo yang memiliki panggilan Tuyet ini, gereja yang srawung seakan merupakan isyarat bagi dukungan Keuskupan Agung Semarang terhadap karya sosial yang selama ini digeluti. "Implementasinya, ya karya sosial, kemanusiaan dan toleransi," kata Romo yang akan menempati pos baru di Muntilan ini.

Romo Yatno mengawali tahun 2017 dengan memberi renungan tentang keberagaman dan toleransi di FISIP Universitas Gajah Mada (UGM). "Saya waktu itu bersama Pendeta Bambang, Ki Demang, I Nyoman Santiawan, serta Prof Dr Susetiawan, SU, terus menyuarakan toleransi, keberagaman dan kebhinekaan, kepada para adik-adik mahasiswa FISIP-UGM," kata penerima Ashoka Awards untuk kemanusiaan dan perdamaian yang diterimanya di Kanada tahun 2010.

Dua tokoh kunci yang membentuk jiwa kemanusiaannya adalah Suster Martinetta dan YB Mangunwijaya atau Romo Mangun. Ia "mengikuti" Romo Mangun selama 13 tahun. Adapun Suster Martinetta adalah biarawati yang bergiat melayani gelandangan dan pengemis di Kota Semarang pada 1970-an.

Di bidang sosial kemasyarakatan, Romo Yatno memegang teguh pesan Romo Mangun. "Omahmu ojo kok pageri beling ning pagerono piring (Rumahmu jangan dipagari pecahan kaca/piring, pagarilah dengan piring). Benteng terkuat dari kehidupan bermasyarakat adalah tetangga di sekitar tempat kita tinggal. Meski jaringan kita di pelbagai pelosok dunia, kalau dengan tetangga terdekat kita tak akur, ya bagaimana," tutur penerima Award Kategori Kepedulian Sosial dari Rotary Club, 2011 ini.

Gereja Maria Bunda Karmel akan berusia 45 tahun. Ini bukan usia muda, usia yang benar-benar sudah matang. Matang dalam berpikir, bersosialisasi dan toleransi. Seksi Keadilan dan Perdamaian sudah dibentuk.

"Untuk merealisasikan dua poin (keadilan dan perdamaian) itu tidak mudah, namun Seksi kami akan berjuang sekuat tenaga untuk mewujudkan," ujar Herman Ligasetiawan, Ketua Seksie Keadilan dan Perdamaian, Gereja MBK.

Lewat Tahun Lingkungan Gereja MBK, sudah saatnya gereja MBK memberi contoh keluar merangkul masyarakat, ikut mensosialisasikan keberagamaan, kebhinekaan dan toleransi dengan karya-karya yang bersentuhan dengan masyarakat sekitar.

(bnj-dari berbagai sumber)

Lihat Juga:

Fokus (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi