Keluarga Menginjili, Berbagi Sukacita

 Judith Widjaya  |     26 Dec 2016, 07:54

Banyak tantangan yang dihadapi keluarga untuk dapat mengembangkan tradisi religius dalam rumah tangga. Apalagi berkembangnya teknologi seperti handphone, internet, TV, adalah tantangan keluarga untuk dapat konsisten membangun suasana religius di dalam rumah tangga. Mampukah orang tua berkomitmen memberikan bekal rohani kepada anak-anak? Atau sebaliknya, bisakah anak-anak menjaga tradisi keimanan dan membawa pengaruh yang positif?

Keluarga Menginjili, Berbagi Sukacita

Keluarga adalah tempat kita ingin selalu kembali. Keluarga adalah benih iman bagi setiap anggotanya. Keluarga adalah persekutuan cinta, kegembiraan, berbagi suka dan duka baik saat senang maupun susah. Keluarga tempat mengembangkan nilai-nilai dan ajaran yang sesuai dengan semangat injil. Keluarga berperan untuk mengalami kehangatan, keharmonisan, kebersamaan, kasih sayang, kedamaian, komunikasi.

Dasar persekutuan hidup bersama adalah cinta kasih. Cinta kasih berasal dari Allah. Perbedaan dalam sebuah keluarga adalah hal yang wajar, malah dengan adanya perbedaan dapat lebih mendalami karakter dan sifat setiap anggota keluarga, menyatukan dan menghidupkan peranan masing-masing.

Sukacita Dalam Doa

"Sebagai ibu rumah tangga, saya selalu mendampingi anak-anak. Saat peristiwa senang terjadi, saya selalu mengingatkan jangan menunda berterima kasih dan mengucap syukur, jangan tunggu nanti atau tunggu malam. Jika ada rasa bingung atau gelisah, bawalah dalam doa, sampaikan kekhawatirannya kepada Tuhan, jangan dipendam sendiri, tujuannya supaya setiap saat berkomunikasi dengan Tuhan. Dalam sehari-hari saya menerapkan kepada keluarga saya seperti itu," kata Francisca Maria.

Cisca, kelahiran 8 September 1965 ini mengatakan bahwa anak-anaknya punya peranan penting dalam keluarga. Jika sedang pergi, Kevin, putra keduanya, selalu mengingatkan untuk tak lupa Doa Malaikat Tuhan dan mereka pun berdoa bersama di mobil.

Bagi Linus Ligoandhika, tidak mudah untuk menginjili dalam keluarga. Istrinya selalu mengingatkan dan alhasil ini menjadi suatu kebiasaan yang dijalankan dengan sukacita. Contohnya, saat Doa Malaikat Tuhan dan doa pukul 15.00 WIB. "Sesibuk-sibuknya di kantor, pasti meluangkan waktu. Kalau kita rutin memperbaiki hubungan dengan Tuhan, rohani kita akan lebih bagus. Kalau rohani kita bagus, otomatis sikap kita pun lebih bagus. Misalnya, penguasaan diri dan kerendahan hati," tutur kelahiran 5 November 1960.

Menurut Linus, sebagai anggota Dewan Paroki Harian, ia tidak pernah mempersiapkan diri, dan kaget dengan rutinitas kerja di DPH. "Selama tiga bulan pertama, waktu saya padat, seperti rapat sampai malam, pulang kerja langsung ke gereja dan belum sempat pulang ke rumah. Tiba di rumah sudah larut malam, istri dan anak-anak sudah tidur, sehingga waktu doa bersama pun terganggu," ujarnya.

Bagi mereka, untuk doa bersama saja sudah berat karena pelbagai aktivitas dan kegiatan. Walaupun tantangan tersebut berat tapi mereka tetap menjalankannya, karena putranya ada yang studi di luar negeri. "Jam doa bersama kami jadi tidak menentu. Komunikasi kami jadi tersendat karena seringnya pulang larut malam, saya di DPH dan istri wakil ketua lingkungan," ujar ayah dari Pedro, Kevin, dan Inigo.

Sukacita Iman Katolik

Linus mempunyai keyakinan bahwa Tuhan akan membentuknya. Berat atau pun tidak menjadi anggota DPH harus dijalankan, dan Linus hanya bersandar kepada Tuhan. Baginya, ini bukanlah suatu keinginan dan untuk menjalankannya tidak mudah, pelbagai rintangan dan hambatan dilalui dengan sukacita, karena mempunyai iman yang teguh dan berharap kepada Tuhan.

"Ini adalah proses untuk saya lebih baik, untuk saya dibentuk sesuai keinginan Tuhan. Periode yang lalu saya sudah menolak untuk menjadi anggota DPH, periode ini tidak mungkin saya menolak lagi. Alhasil saya menerimanya karena Tuhan sudah memberikan begitu banyak belas kasih dan rahmat karunia kepada saya maupun keluarga saya, sehingga inilah ungkapan rasa syukur kami kepada Tuhan. Anak-anak sukses studinya, sehat walafiat, keluarga kami harmonis, dan kami tidak pernah kekurangan. Ini semua karena Tuhan sudah begitu baik untuk setiap anggota keluarga kami," cerita mantan pengurus ASAK ini.

Natal adalah menyambut kelahiran Yesus yang membawa damai bagi setiap orang. Kedamaian tidak akan terasa jika semuanya akan berjalan baik-baik saja. Justru damai bisa dirasakan saat kritis seperti ini, seperti perekonomian yang kurang baik dan lainnya. Seperti sinar tidak akan berarti jika berada di ruangan terang, tapi sinar akan berarti di ruangan gelap. Begitu pula kedamaian Yesus akan terasa di saat-saat situasi dan kondisi perekonomian seperti ini.

Pasutri yang menikah pada 21 Desember 1991 ini tidak bisa merayakan Natal secara komplit karena anaknya ada yang studi di luar negeri. "Kalau Kevin pulang ke rumah, kadang dengan kreativitasnya ia membuat goa natal atau membuat dekorasi lainnya. Kami tidak menyangka ia mempunyai ide seperti itu. Tanpa disadari, kami merasa ada suasana Natal juga di rumah ini lewat putra kami," ungkapnya.

"Bagi saya yang melihat dari luar, salah satu hadiah Natal-nya adalah melihat Lingkungan saya bangkit kembali dan aktif lagi, pengurusnya pun banyak yang muda. Hal ini menjadi kegembiraan dan sukacita yang melimpah untuk saya," kata warga lingkungan Thomas 5 ini.

Semoga Sukacita Injili tertanam dalam tiap keluarga dan menghadirkan Tuhan di manapun kita berada.

Lihat Juga:

Fokus (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi