Makna Liturgi Ekaristi (Bagian 2)

 Maria Clarissa  |     17 Sep 2017, 03:02

Minggu lalu kita telah membahas bagian liturgi ekaristi yang diawali dengan persiapan persembahan. Minggu ini kita akan melanjutkannya dengan prefasi dan kudus.

Makna Liturgi Ekaristi (Bagian 2)

Prefasi

Prefasi diawali dengan dialog pembuka: "Tuhan sertamu" dan dijawab umat dengan "Dan sertamu juga." Kemudian imam akan mengajak umat: "Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan" yang dijawab dengan "Sudah kami arahkan" dan "Marilah bersyukur kepada Allah Tuhan kita" yang dijawab dengan "Sudah layak dan sepantasnya"

Kalimat-kalimat dialog di atas sudah ada sejak zaman gereja awal. St. Siprianus (†258) pernah menjelaskan kepada umat di Afrika Utara bahwa dialog ini ditujukan supaya yang ada dalam hati dan pikiran hanyalah Tuhan, dan bukan yang lain. St. Sirilus dari Yerusalem (†386) menegaskan bahwa ketika kita diingatkan: "Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan", itu berarti kita diminta sungguh-sungguh mengarahkan seluruh jiwa dan pikiran kita hanya kepada-Nya. Tidak ada tempat untuk hal-hal lainnya. Setiap hari kita telah disibukkan oleh berbagai hal duniawi. Pada momen inilah dimana kita secara khusus berusaha memusatkan seluruh perhatian kita kepada Tuhan. St. Agustinus (†430) menghubungkan kalimat-kalimat tersebut dengan tulisan dalam Injil yang mengatakan: "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Mat 6:21). Tubuh Kristus yang akan kita santap merupakan harta yang tak ternilai bagi kita. Dia mengurbankan diri-Nya semata-mata demi keselamatan kita, maka sudah seharusnya kita memusatkan segenap hati dan pikiran hanya kepada-Nya. Itulah sebabnya kita dengan lantang menjawab: "Sudah kami arahkan".

Kemudian imam akan mengatakan: "Marilah bersyukur kepada Allah Tuhan kita". Kehadiran Yesus yang nyata dalam Ekaristi merupakan hal yang sungguh amat patut kita syukuri. Dalam liturgi ekaristi, kita diundang ke perjamuan Tuhan. Adakah hal lain yang lebih membahagiakan di dunia ini selain diundang ke dalam perjamuan Tuhan?

Berkaitan dengan hal ini, ada baiknya kita melihat bagaimana sikap bangsa Israel ketika akan mengunjungi Bait Allah. Mereka amat bersukacita sepanjang perjalanan dengan sambil bermadah: "Biarlah kita menghadap wajah-Nya dengan nyanyian syukur,..(Mzm 95:2) atau "Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur,...(Mzm 100:4). Bagi orang Israel, bertemu dengan Allah di Bait-Nya merupakan hal yang amat patut untuk disyukuri sekalipun kebanyakan dari mereka hanya diperbolehkan berada di pelatarannya saja. Ruang kudus dimana terdapat mezbah hanya diperuntukkan bagi para imam dan imam besar saja.

Lalu bagaimana dengan kita? Di dalam ekaristi, umumnya kita dapat melihat altar dan tabernakel secara langsung. Artinya, kita dapat bertatap muka secara langsung Allah yang telah menyelamatkan kita melalui Yesus Putra-Nya yang telah dikurbankan. Maka ajakan imam untuk bersyukur kepada Tuhan pun kita jawab dengan lantang: "sudah layak dan sepantasnya."

Setelah mengundang kita untuk bersyukur kepada Tuhan, imam akan melanjutkan dengan melakukan doa prefasi. Di dalam buku Tata Perayaan Ekaristi (TPE) 2005, ada terdapat 72 doa prefasi. Meskipun banyak, semua doa prefasi tersebut intinya adalah ingin mewartakan keagungan kasih Allah yang menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus. Doa prefasi ini dipilih sesuai dengan aspek misteri keselamatan yang akan dirayakan/diperingati. Setelah doa prefasi dinyanyikan/didoakan, imam akan melanjutkan dengan syair aklamasi Kudus: "Kami melambungkan madah kemuliaan dengan tak henti-hentinya bernyanyi/berdoa".

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa prefasi adalah sebuah undangan bagi kita untuk mengangkat hati dan pikiran kita hanya kepada Tuhan. Ketika hati dan pikiran kita terpusat hanya kepada-Nya, kita seperti berada bersama para malaikat di surge, sehingga sukacita surgawi meliputi kita dan kita pun begitu ingin ikut serta memuliakan Tuhan bersama dengan para penghuni surgawi dengan menyanyikan/mendoakan "Kudus"

Kudus (Sanctus)

Seruan Kudus mengingatkan kita pada kisah panggilan nabi Yesaya yang melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi. Di sana ia melihat para malaikat berseru: "kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!" (Yes 6:1-3) Kata kudus diserukan hingga tiga kali. Dalam tradisi Ibrani, sebuah seruan yang diulang hingga tiga kali merupakan bentuk superlatif dari ungkapan yang diserukan itu. Yohanes juga memiliki pengalaman yang sama dalam penglihatannya. Ia melihat Allah duduk di atas takhta, dan makhluk surgawi menyerukan: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa,..." (Why 4:1-11)

Sama seperti yang tertulis dalam kisah panggilan Yesaya dan penglihatan Yohanes, seruan "kudus" menggambarkan bagaimana surga dan bumi menggabungkan suara memuji Tuhan yang hadir dalam perayaan Ekaristi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ketika kita menyanyikan/menyerukan "kudus" ini, kita diajak untuk mencicipi aktivitas yang dilakukan oleh para penghuni surgawi di surga.

Pada bait kedua dikatakan: "Diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan" memgingatkan kita pada kata-kata Yesus ketika Ia menyatakan keluhan-Nya terhadap Yerusalem. Kata-kata ini menunjuk pada kerinduan Yesus untuk mengumpulkan umat-Nya. (Mat 23:37-39 & Luk 13:34-35). Ya, Dia memang merindukan kita umat-Nya.

Seruan "terpujilah Engkau di surga" (Hosanna in excelcis) mengingatkan kita pada peristiwa Yesus yang disambut dan dielu-elukan ketika Ia memasuki Yerusalem.(Mat 21:9) Jadi, ketika kita menyanyikan/menyerukan dengan lantang, berarti kita pun siap menyambut-Nya dalam Ekaristi.

-bersambung-

Lihat Juga:

Kolom Iman (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi