Renungan Paskah 2017: Bangkit Menjadi Adil dan Beradab

 Rm. A. Yudhi Wiyadi O.Carm  |     17 Apr 2017, 21:02

Di dalam masa Prapaskah kali saya diminta untuk memberikan rekoleksi beberapa kelompok bahkan sampai DPH MBK. Dalam kesempatan emas itu, saya menekankan bahwa rekoleksi itu bukan ceramah atau seminar. Tetapi rekoleksi itu tindakan olah rohani melalui doa dan refleksi. Orang diajak kembali mengumpulkan pengalaman akan Allah demi suatu pertobatan sejati. Tekanan tujuan ini tentu saja bukan hanya untuk mereka saja yang saya dampingi di rekoleksi tetapi juga untuk pertobatan saya pribadi. Saya mau kembali pada Allah.

Persis di tahap ini orang diharapkan kembali dan masuk pada hati nurani dan imannya. Tanpa kejujuran mendengar suara hatinya orang sulit menemukan suara dan pengalaman akan Allah. Tanpa mengunakan kacamata iman, orang juga cenderung jatuh pada moralitas aspek baik dan buruknya. Keduanya perlu sinergi di dalam menjalani rekoleksi.

Saya mengajaknya untuk melihat sejarah dan pengalaman hidupnya. Hal ini penting untuk dilakukan. Allah dalam Roh Kudus itu berkarya di dalam setiap hidup manusia. Allah secara rahasia dan bijaksana telah menyapa dan memanggil manusia untuk percaya kepada-Nya. Manusia mau tidak mau harus mau hadirat-Nya dengan keheningan batin. Hati ini kacau, galau, gelap dan dipenuhi dengan aneka berita hoax, maka orang sulit untuk sampai pada kesadaran bening kemanusiaannya.

Di titik ini bila merenungkan tindak makin adil dan makin beradab menurut Mgr Suharyo, orang harus melihat sikap dan tindakannya menuju humanisasi dan divinisasi. Humanisasi adalah seberapa jauh saya selama ini sudah turut ambil bagian di dalam memanusiakan manusia di sekitarku, entah di keluarga, tempat kerja, di masyarakat dll. Sesamaku hidupnya harus menjadi semakin layak, utuh dan bahagia. Divinisasi adalah suatu tindakan dan sikap yang membawa sesamaku semakin menuju dan serupa dengan Allah. 'Karena itu haruskah kamu sempurna sama seperti Bapamu yang di surga sempurna adanya' (Mat 5:48).

Seorang peserta rekoleksi mengenang pengalaman akan kasih Allah dengan haru: Siapakah aku ini sebegitunya Tuhan baik? Saya berasal dari keluarga biasa dan pas-pasan. Tetapi orang tua mendidik dengan tegas keras tanpa harus kehilangan kasih. Mereka orang tuaku adalah orang-orang yang beriman. Ibadah kepada Allah alas hidup sehari. Cinta pada Sabda Allah ditanamkan. Tetapi semua itu membuahkan kemanisan tersendiri yang boleh saya cecap dan rasakan sampai saat ini. Dalam keheningan saya sering menangis akan kasih Allah melalui orang-orang hebat di sekitar saya.

Dari kesadaran humanisasi dan divinisasi yang dialami inilah orang menjadi lebih sadar di dalam mewujudkan belarasa itu pada sesamanya. Misalnya disadari sikap terhadap pembantu, karyawan dan pegawai bawahannya tidak sewenang-wenang. Ada tenggang rasa, ada penghormatan dan yang tidak kalah pentingnya adalah memperjuangkan gaji yang layak.

Beberapa hari yang lalu saya diminta untuk memberitakan Firman Allah pada para karyawan di grup pertelevisian nasional yang sangat terkenal dan besar. Saya dijemput oleh supir dari perusahaan itu. Saya proaktif untuk menjadi komunikator. Apalagi saat itu macet, jarak tempuh yang seharusnya 20 menit menjadi hampir 1 jam. Omong punya omong, akhirnya saya dikagetkan oleh ucapan sang sopir itu. Pimpinan besar itu kedengarannya di luar harum dan suka membantu di mana-mana, apalagi sebagai pimpinan partai baru di tingkat nasional. Tetapi para karyawaan ini masih banyak yang hidupnya di bawah standar alias belum layak. Belum lagi jam kerja tidak menentu. Kadang-kadang mereka merasakan ketidakadilan bahkan merasa belum dimanusiakan. Itulah beratnya kerja di pertelevisian, imbuhnya.

Dari cerita yang menohok itu memuncul pertanyaan. Bagaimana sikap saya terhadap karyawan dan umat Allah yang ada di gereja dan paroki ini? Apakah saya sudah memanusiakan mereka? Apakah karyawan merasa dilayani, ditemani dan mendapat penghasilan yang layak.

Anda sebagai umat beriman; bagaimana dengan sikap, bicara dan tindakanmu terhadap orang-orang di sekitarmu? Entah itu orang serumah, karyawan, pembantu dan orang-orang di lingkunganmu? Sudahkah Anda semakin adil dan beradab atau malah dekat pada praktik biadab? Saya tidak tahu, Anda yang tahu. Tetapi yang pasti Tuhan tahu apa saja yang kita lakukan pada sesama.

Yesus Kristus sang junjungan dan panutan hidup kita adalah seorang yang hidupnya semata-mata untuk kelayakan, kebaikan, kebenaran, kebahagiaan dan keselamatan sesama-Nya. Hidupnya hanya untuk sesama-Nya bahkan dikatakan makan pun tidak sempat. Ini luar biasa. Bila Yesus melayani dalam wujud pengajaran, khotbah, menyembuhkan yang sakit, memberi makan yang lapar, mengubah air menjadi anggur dan bahkan membangkitkan orang mati dll., itu semua demi manusia agar semakin manusiawi. 'Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal' (Yoh 3:16).

Dalam kontekstualisasi pesan iman sekarang ini rupanya seorang pelayan sejati perlu memperhatikan kebutuhan dan penyakit kronis orang-orang modern sekarang ini pula. Menurut Henri J.M. Nouwen dalam bukunya Yang Terluka Yang Menyembuhkan, seorang pelayan sejati siap terluka untuk membawa penyembuhan. Di sisi lain hanya orang-orang yang terluka dan mengalami penyembuhan yang mampu melayani dengan tepat sasaran.

Masyarakan modern ditandai dengan kemajuan teknologi dari ibu kandungnya: ilmu pengetahuan. Dampak yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya yakni menumbuhkan masyarakat yang menderita akut psikologis. Masyarakat yang kurang harapan, impersonal, terasing dan tercerabut dari akar budaya adiluhung tradisional. Terciptalah manusia-manusia yang penuh luka, kecemasan dan lari dari kenyataan. Lihat saja gelegak fantasi seksual dan praktiknya, narkotika dan kejahatan lain semakin meranggas saja.

Di sinilah pentingnya harapan dan masa depan. Paskah selalu membawa dan membangkitkan harapan baru. Karena Yesus sang kehidupan itu bangkit dari kematian-Nya. Kegelapan dan luka-luka Yesus menjadi sembuh dalam kebangkitan-Nya dari alam maut. Pesan ini layak dan bahkan harus digelorakan pada tataran hidup nyata dengan penuh luka serta kebusukkan di sana-sini.

Menurut Nouwen, untuk sekarang ini yang paling mendesak adalah kehadiran komunitas yang menyembuhkan. Komunitas yang menyembuhkan itu berciri khas penuh keramahan dan belarasa satu sama lain. Komunitas itu bisa keluarga Anda, persekutuan orang beriman yang penuh kasih dan bisa komunitas religius yang kreatif.

Semoga Anda semakin adil, beradab, penuh keramahtamahan dan berbelarasa dengan sesama Anda terutama yang terluka dan menderita. Dialah wajah Kristus yang aktual. Selamat Paskah! Tuhan Yesus memberkati Anda semua. Amin!

Lihat Juga:

Renungan (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi