Bertemu Yesus Di Zaman Baru Di Tengah Kegersangan Spiritual

  18 Mar 2013, 13:15

Peta lokasi tempat tinggal penu­lis di bilangan Bintaro dalam kompleks perumahan, dekat perkampungan padat penduduk dan dilewati sungai lingkungan. Setiap hari sungai penuh sampah plastik rumah tangga buangan dari kampung sebelah, dan yang paling menjeng­kelkan di depan rumah setiap malam parkir angkot punya warga kampung itu juga. RW sekarang kurang berani tegas khawatir konflik. Penulis kesal, tetapi kepada oknum dan hubungan sosial tetap terjaga. Maka ketika APP Pra Paskah 2013 (Makin Beriman, Makin Bersaudara, Makin Berbela Rasa) bagi penulis terkesan bagaikan "Bertemu Yesus di Zaman Baru Di Tengah Kegersangan Spiritual."

Sebenarnya kejengkelan bukan masalah itu saja, tetapi ada perasaan, "lho,yang bersemangat berbagi kok, hanya warga RT kompleks perumahan penulis saja. Warga kampung sebelah melalui RT setempat tak peduli akan kenyamanan tetangganya? Padahal kehidupan beragamanya cukup sema­rak, terbukti setiap hari Jumat ber­bondong bondong rombongan menuju rumah ibadat yang terletak di tengah kompleks perumahan. Ini hanya seke­dar contoh, bahwa cermin kehidupan masyarakat kita di luar "klan"nya, ya pada memikirkan diri sendiri. Meski tindakannya itu merugikan orang lain. Tumpukan sampah bisa banjir, parkir angkot seenak udel. Pemandangan jadi kumuh.Toh, bukan daerah guwe? EGP! Emang guwe pikirin! Akibatnya pengaruh buruk kepada anak-anak mudanya.

Penulis jadi ingat seruan Paus Benediktus XVI ketika menyambut Hari Pemuda Sedunia 2008 di Sydney Australia, yang khusus ditujukan kepa­da kaum muda. Kerisauannya terha­dap menyusutnya nilai-nilai spiritual di tengah bahaya kekerasan dan mate­rialisme zaman modern, diperlukan membangun "zaman baru" di mana ada harapan yang akan membebaskankita dari kedangkalan, apatisme, tak peduli orang lain yang mematikan jiwadan meracuni hubungan antar manu­sia. Paus menyerukan juga agar agama dikembalikan ke Pusat Semesta moral di tengah dunia yang semakin hedonistis.

Dunia seakan mengalami ketiadaan Tuhan. Apa yang tampaknya seperti kecerdikan manusia dengan segera akan berubah menjadi ketololan, ke-rakusan, dan eksploitasi bagi diri sendiri. Ini benar-benar meracuni jiwa muda yang lagi butuh identitas. Lihat saja contoh jelas sehari-hari, para pe-ngendara motor dengan membawa anak-anaknya tanpa merasa bersalah melanggar rambu-rambu lalu lintas. Tak heran ini akan menciptakan jiwa-jiwa jauh dari kepekaan, tidak mampu membedakan baik dan buruk, dan semata berorientasi pada pemuasan diri sendiri.

Tak heran pula bahwa pendidikankarakter sudah mulai dari rumah, lingkungan, dan sekolah yang ber­hubungan sangat erat. Rhenald Khasali, Guru Besar UI mengatakan, anak-anak di sekolah yang selalu ranking, tidak menjamin menjadi manusia yang berkarakter jika rumah dan lingkungannya amburadul, sedangkan anak-anak yang prestasinya biasa saja di sekolah akan menjadi manusia yang peduli jika rumah dan lingkungan mengajarkan kepedulian.

Maka setiap kali APP kita salingdiingatkan untuk saling peduli. Ter-utama peran kita dalam hidup ber-masyarakat. Semoga.

(Ign.Sunito)

Lihat Juga:

Renungan (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi