Saatnya Tiba

  17 Nov 2012, 22:56

Ketika saya masih di asrama dulu ada peraturan bahwa pulang liburan harus bergantian. Maka pada saat dapat jatah libur, senang sekali rasanya karena bisa pulang. Hari yang dinanti-nantikan. Karena takut salah hitung di papantulis pojok ditulis jumlah waktu untuk sampai hari H, kemudian dihitung mundur. Setiap hari akan dikurangi sampai waktu yang ditetapkan datang. Tiga hari lagi, dua hari lagi, wah tinggal besok. Rasanya waktu yang sangat berharga. Tapi bagi yang harus tunggu asrama, eforia kegembiraan itu disikapi dengan ikhlas yang terpaksa. Apa boleh buat, tunggu gawang, nih. Paling-paling titip oleh-oleh sekedar untuk menghibur diri.

Rasanya senang kalau kita mengerjakan sesuatu yang sudah pasti. Tahu saatnya. Tinggal dihitung, ditunggu, dan dijalani sampai juga waktunya. Tapi kalau tidak jelas, wadow, sangat tidak enak. Tamu yang akan datang hanya memberi tahu akan datang. Sewaktu-waktu. Pasti sikap tuan rumah jadi bingung. Apakah setiap saat harus menunggu. Pada waktu akan berkegiatan kepikiran. Maka sikap yang bijak adalah tidak terlalu memikirkan, tidak membiarkan kegalauan. Tetap jalani, biar mengalir begitu saja. Tapi bagaimana jika kematian harus dihadapi. Ingat lho, sekali mati tak akan ada ulangan lagi. Tidak ada kesempatan kedua kalinya. Ngeri harusnya. Sewaktu-waktu terjadi. Saatnya akan datang. Pasti datang. Tapi...entah kapan.

Bacaan hari ini kembali mau mengingatkan kedatangan Anak Manusia berarti kedatangan-Nya untuk mengembalikan hakekat utama manusia. Manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Manusia dipanggil kembali untuk hidup dalam keabadian. Namun yang mengerikan adalah apakah kebahagiaan abadi yang manusia terima, atau penderitaan abadi yang akan didapat. Manusia tidak ada yang tahu. Tuhan yang adil akan menentukannya. Meskipun demikian Tuhan memberikan prasyaratnya. Manusia yang bijaksana akan senantiasa melakukan perbuatan kasih. Kasih sebagai perwujudan iman. Kasih yang tulus. Kasih yang dilakukan kepada sesama tanpa memilih-milih. Kasih yang tidak dihitung-hitung. Apa yang dilakukan sebagai ungkapan dari kedalaman hati bahwa Tuhan menghendaki. Kasih yang terwujud dalam kegiatan kerohanian yang tidak mengejar popularitas. Tuhan menghendaki perbuatan yang demikian. Perbuatan yang tidak hanya sesaat tetapi sebagai karakter diri. Dilakukan karena panggilan jiwa. Ya jiwa Kristus yang hidup di dalam dirinya. Orang yang demikian jika saatnya tiba, hidupnya akan tetap bercahaya dalam komunitasnya. Banyak orang akan berwarta, oh betapa baik dan betapa eloknya hidup orang itu. Niscaya Tuhan pun akan tersenyum sambil mengiringi jiwanya menuju surga. Tuhan dimuliakan dalam diri orang baik. Maka marilah kita menantikan saat itu tetap dengan kebaikan dan kebajikan. Amin.

(albertus rianto)

Lihat Juga:

Renungan (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi