Iman yang Hidup dan Memerdekakan

 Helena D Justicia  |     22 Sep 2015, 10:13

Kecenderungan hidup keseharian kita, sangatlah kompetitif. Di sekolah, menjadi murid terpandai adalah dambaan. Di kantor, menjadi karyawan teladan dengan karier yang terus meningkat adalah suatu keinginan yang lumrah. Dalam pergaulan, mempunyai rumah, kendaraan, status sosial, penghargaan, memberikan identitas tersendiri. Apa jadinya jika dambaan, keinginan dan identitas diri itu juga muncul dalam hidup menggereja?

Orang jadi berlomba-lomba belajar tentang iman Katolik dan mendalami Kitab Suci. "Nama tukang sunat Yesus aja mereka tahu," kelakar seseorang tentang mereka. Peran sebagai pemuka umat pun dianggap sebagai karier; awalnya jadi pengurus Lingkungan, lalu jadi Ketua Lingkungan, Koordinator Wilayah, kemudian jadi anggota DPH. Bisa juga masuk dari jalur Komunitas Kategorial, syukur-syukur lewat jalur 'prestasi' atau malah kekuatan 'lobby'. Atribut keagamaan pun jadi simbol status; punya berbagai patung orang kudus, aneka salib dan rosario, ikut bermacam kegiatan doa dan devosi, ziarah ke sana ke mari, seolah memberikan identitas tersendiri.

Lantas apakah buahnya, bagi kita serta sesama? Seringkali, jika disposisi batin tidak pas, buah dari segala aktivitas rohani itu hanyalah pertikaian, adu pandai, perdebatan tak kunjung henti, iri hati, cemburu, sikut-sikutan, perlakuan tidak adil & diskriminatif, bahkan dendam tak berkesudahan.

Para murid Yesus pun bertengkar tentang siapa yang terbesar di antara mereka. Akan tetapi, Gereja bukanlah hanya soal pengetahuan iman & Kitab Suci, jabatan pemuka umat atau atribut rohani. Gereja juga adalah doa-doa yang didaraskan dalam diam dan sunyi di ruang adorasi. Gereja adalah tentang kepekaan terhadap zaman, solidaritas & belarasa kepada sesama, serta kebijaksanaan yang berpihak pada mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Gereja adalah harapan, kesetiaan dalam penderitaan karena iman, serta pergulatan menuju kepenuhan Kerajaan Allah.

Kesetiaan kita pada iman, harapan dan kasih itulah yang menjadikan kita umat Allah yang hidup dan merdeka. Kita tak mudah digelisahkan oleh pujian atau kritikan, sanjungan maupun caci maki, sebab yang penting bagi kita adalah cinta Allah sendiri. Bukankah kita beriman pada Allah yang tak tampak? Mengapa kita seringkali digelisahkan oleh hal-hal yang tampak? Temukan saja Dia, dan segala sesuatu akan ditambahkan kepadamu!

Lihat Juga:

Renungan (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi