Berpartisipasi, Berteman, Berbuat Di Thomas 1

  11 Feb 2011, 22:39

Dialog agama di tingkat "akar rumput" atau bermasyarakat jangan diterjemahkan secara "hitam putih" dengan langsung membicarakan hal-hal tentang agama. Terutama keunggulan atau spesifik agama masing-masing, demikian pula bagaimana caranya bahwa kita ini sebagai orang-orang Katolik bisa dimaklumi dan dipahami oleh pihak lain. Dialog di sini diartikan ikut berpartisipasi secara aktif di mana kita tinggal dan bermasyarakat. Sebab kegiatan bermasyarakat itu bisa diartikan secara luas, yang muaranya selain berpartisipasi, juga berteman dan berbuat.

Berpartisipasi, Berteman, Berbuat Di Thomas 1

Kehadiran kita khususnya umat Katolik dalam kegiatan bertetangga, jangan selalu digantikan dengan uang dengan alasan sibuk. Kehadiran kita yang mungkin hanya sejam, dua jam, lebih berarti katimbang diganti dengan uang. Demikian Romo Heribertus Supriyadi O.Carm dalam dialog dengan umat Thomas I Wilayah I dalam kunjungan pertama pastoralnya ke lingkungan yang meliputi Kebon Jeruk dan sekitarnya (1/2/011). Romo Heri sebelumnya menekankan bahwa dalam menggereja, seperti petunjuk hasil SAGKI (Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia), orang Katolik pasti bersinggungan dengan budaya. Kemudian dialog agama, karena realitas umat Katolik itu berada di tengah-tengah agama-agama lain, terutama Islam. Lalu, kepedulian terhadap orang-orang miskin.

Dikemukakan pula agama Katolik itu menyebar ke berbagai benua dengan bermacam cara. Masuk benua Amerika melalui jaringan politik, di Eropa bisa diterima karena membaur dengan falsafah Yunani. Kemudian masuk Asia melalui cara naratif, mendongeng karena cara inilah paling efektif dan sangat digemari masyarakat sejak mulai anak-anak. Dari serangkaian pencerahan Romo Heri, ternyata dialog agamalah yang menjadi pembicaraan seru malam itu. Mengingat berbagai pengalaman umat yang selalu tersandung-sandung dalam "dialog" sehari-hari terutama dengan umat Muslim.

Adayang berkisah, suster yang setiap hari naik kendaraan umum selalu mendapat pandangan yang melecehkan secara ekstrim. Dikatakan: babi! waktu mau masuk pintu mikrolet, bahkan ketika memberi kue-kue kepada seorang anak, ibu si anak langsung merebut kue itu langsung dibanting di tanah di depan matanya. Juga seorang warga lingkungan mengalami dikantornya tiba-tiba beberapa temannya memutuskan hubungan silaturahmi. Ini dirasakan sejak dua tahun belakangan ini. Pertanyaannya adalah, bagaimana caranya dialog agama yang membangun itu? Romo mengatakan, orang-orang ekstrim itu dasarnya bukan kebencian, tetapi mereka itu korban, cara mengajar yang salah. Maka apa harus dibalas dengan ekstrim pula? Tidak! justru kita dengan cara bagaimana menyikapinya yang semuanya itu muaranya adalah berbuat baik.

Tanya jawab berikutnya berupa usul dan pertanyaan seputar tata cara ekaristi. Di mana semua dijawab dengan baik oleh Romo kepala paroki ini. Antara lain iman itu berkembang dan kita tidak usah terlalu pakem dalam menyikapinya. Meski tata Gereja itu ada pakemnya. Pokok terpenting iman kepercayaan kita yang menjadi dasar. Seperti contoh dalam munjuk komuni, ada yang menyembah dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi, rendah, atau malahan biasa-biasa saja. Silahkan saja, di mana enaknya bagi masing-masing. Pertemuan itu dipandu oleh Rianto dan diakhiri dengan syukuran oleh tuan rumah, Antonius Sutardi, di mana puteranya mendapat kemajuan dalam usaha kesembuhan matanya.

(Ign. Sunito)

Lihat Juga:

Seputar MBK (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi