Mendengar dan Mendengarkan

 Tomas Samaria  |     9 Aug 2014, 09:46

Rm. Romanus Herli Santoso Pr menuturkan sebuah kisah. Seorang ibu mengatakan sudah berkali-kali mengatakan kepada suaminya, tetapi tidak ada perubahan dalam tingkah laku suaminya itu. Suami mendengar tapi tidak mendengarkan. Masuk kuping kiri, keluar kuping kanan. Akibatnya, timbul krisis kepercayaan kepada suami.

Apakah hidup tidak menikah seperti imam lebih enak daripada hidup menikah? Dari pertanyaan itu, terjadilah dialog yang menarik antara romo dengan seorang ibu non-Katolik. Seseorang yang menikah mempunyai tanggung jawab yang besar. Apalagi kalau anak sakit, kebutuhan dana untuk uang sekolah, bayar listrik dan PAM.

"Kok Romo bisa tidak menikah?" tanya si Ibu. Romo menjelaskan dengan mengajak untuk mendengar suara Tuhan guna mengendalikan nafsu. Kebaikan Tuhan itu tak ada habis-habisnya. Berdoalah. Doa meditasi 15-20 menit membuat kita tenang mendengar suara Tuhan. Kalau pagi-pagi kita bangun, mulut belum ngomong, pikiran sudah jalan. Kalau malam, bacalah Kitab Suci, sharing, mendengarkan musik instrumental yang teduh. Dengan latihan seperti ini, keinginan untuk marah dapat diatasi.

Jangan kita sampai kehilangan atas kebaikan yang ditawarkan Tuhan. Iblis itu menunggu waktu. Sejak Yesus di padang gurun, iblis berusaha mencobai Yesus. Pada masa pelayanannya yang tiga tahun, para ahli Taurat dan orang Farisi berusaha untuk membunuh Yesus. Ketika Yesus pulang kampung di Nazaret, semula mereka takjub melihat Yesus, tapi setelah mengetahui bahwa Ia hanya ' anak tukang kayu', mereka menolak Yesus. Tertulis di Kitab Suci: seorang nabi dihormati di-mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya. Mereka tidak mau mendengarkan pengajaran Yesus. Hati mereka tertutup, dan tak ada mukjizat yang terjadi di sana.

Dinamika kehidupan rohani seperti marah, jengkel, kecewa, menyalahkan orang lain, tak puas-puas dan merasa kurang terus, ini berbahaya! Hal itu mungkin terjadi karena problem yang ada di diri sendiri, bukan gara-gara orang lain.

Biasanya rutin ibadat harian, tetapi karena lelah, langsung tertidur pulas. Hidup doa tidak serius; memunculkan kemarahan, iri hati, egois, benci dan tamak. Dalam satu retret, ketika ketemu seorang pembimbing rohani yang kita kenal, kita tawar hati, kurang perhatian dan tinggi hati; sudah bosan dengar dia. Dalam retret jangan lihat siapa pembimbingnya, tapi biarlah Tuhan berbicara, bukan pembimbing rohaninya. Jika kita mendengar dengan keendhan hati, terbukalah pintu rahmat.

Waktu mendengar suara Tuhan, ambillah keputusan. Semakin peka kita mendengar bimbingan Tuhan, iman kita jadi lebih berani dan tajam.

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi