Kita Bersaudara, Kok Sulit Bener Sih?

  26 Sep 2010, 20:56

Dalam bulan puasa yang katanya bulan penuh ampunan terdengar suara ajakan mengganyang Ahmadiyah. Meski hal itu bukan urusan umat Katolik, namun sebagai bagian dari rakyat Indonesia kita ikut prihatin. Prihatin pada kehidupan persaudaraan antar umat sekaligus dan juga pada persaudaraan sebagai bangsa. Negara ini tak habis-habisnya terlanda bentrokan horizontal yang sangat menguras energi kita sehingga kita bukan semakin maju menjadi negara yang bermartabat. Namun sibuk sendiri mengusahakan persatuan dan kesatuan akibat ulah sendiri. Khususnya kehidupan beragama di Indonesia.

Teringat tulisan Romo Andang Binawan SJ ketika menyambut Lebaran 2003, Deus semper maior, Tuhan senantiasa lebih besar. Kita ini kecil, tetapi tidak berarti kita bersembunyi dibalik kekecilan kita dan keterbatasan kita. Kita dipanggil untuk terus mencari-Nya, memahami kehendak-Nya, merasakan cinta dan kerahiman-Nya. Tuhan memanggil manusia untuk mencoba mengatasi kekecilan dan keterbatasan itu. Hidup, dalam kacamata iman menjadi sebuah ziarah mencari Allah, dengan suka duka, jatuh bangun, karena kita memang kecil dan terbatas. Manusia adalah mahkluk peziarah, mahkluk pencari Allah. Maka silaturahmi bentuk kebersamaan sebagai sesama pencari Allah, meski dengan segala perbedaannya. Justru perbedaan itu membuat kebersamaan lebih indah, karena bisa saling bantu, saling melengkapi dalam jalan terjal kehidupan sebagai peziarah. Pesan persatuan ini diserukan 8 tahun lalu, diulang masih relevan.

Umat Katolik MBK banyak mengundang saudara-saudara Muslim untuk bersilaturahmi, atas usaha Seksi HAAK (Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan). Terakhir dengan Gus Nuril, KH Nuril Arifin. Sebelumnya yang saya ingat, seperti Siti Musdah Mulia, Budi Munarwan, Ulil Abdhar Absalla, Abdul Moqhsit Gazali, dan lain-lain. Semua itu tokoh Muslim pluralis. Di tingkat keuskupan KAJ baru-baru ini terjadi dialog dengan FPI, Front Pembela Islam yang kita kenal bersama reputasinya. Dalam kehidupan bermasyarakat, umat Katolik dimana saja tinggal, dianjurkan untuk mengenal tetangganya. Paling tidak dalam jarak 50 meter menyamping kanan, kiri, depan dan belakang. Agar silaturahmi jangan hanya sewaktu Lebaran saja.

NELSON MANDELAKita baru saja menonton pesta Piala Dunia sepakbola 2010 di Afsel. Bayangkan jika tokoh rekonsiliasi dan Bapak Bangsa Nelson Mandela melancarkan politik balas dendam terhadap musuh-musuhnya, warga kulit putih. Tak akan kesampaian Negara itu menyelenggarakan pesta akbar itu. Sebenarnya wajar kalau ia niat balas dendam. Meringkuk di penjara hampir 30 tahun, dihina, dinista, setiap pagi dikencingi oleh sipir penjara, kerja rodi hingga matanya rusak. Dalam bukunya Long Walk to Freedom, ia memang menyimpan dendam, namun bukan dendam brutal, melainkan dendam untuk bisa bicara tentang keadilan. Ketika ia bebas karena dukungan dunia ia berkata, "Aku tahu bahwa orang mengharapkan aku menyimpan amarah kepada kaum kulit putih. Tapi aku tak punya rasa itu sedikitpun. Aku ingin Afsel, negaraku melihat bahwa aku mencintai musuhku. Yang kubenci adalah sistem yang menyebabkan kita saling bermusuhan". Jika Mandela tak seagung itu, Afsel akan jadi Negara dengan genangan darah. Kini, antara kulit putih dan kulit hitam berdampingan secara damai dan memajukan Negara.

Kita, apa yang sudah diupayakan oleh bapak bangsa dimana pluralis itu sebuah kenyataan dengan adanya NKRI sampai kini sepertinya tak kunjung selesai. Mengapa hidup bersaudara di negeri ini sulit? Tanyakan kepada rumput yang bergoyang, kata penyanyi Ebit G. Ade.

(IG. Sunito)

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi