Indonesia = Negeri Katak Dalam Tempurung?

  25 Feb 2011, 23:20

Belakangan ini, masyarakat risau dengan pemberitaan mengenai penerapan bea masuk film asing (impor). Penerapan ini mengakibatkan pihak Motion Picture Association of America menghentikan peredaran film Hollywood. Bahkan semua film Bollywood dan Mandarin juga dipastikan akan ikut menghilang dari bioskop tanah air (www.surabayapost.co.id, 20 Februari 2011).

Indonesia = Negeri Katak Dalam Tempurung?

Menanggapi isu di atas, saya bertanya dalam hati "Mau jadi apa bangsa kita ini?" Sungguh disayangkan, manakala begitu banyak pelajaran hidup yang dapat diserap dari tontonan film-film asing, namun sikap pihak yang mencetuskan ide "brilian" tersebut tidak mendukung proses peningkatan kualitas hidup manusia.

Meniru sikap Yesus yang sering memberikan pesan melalui suatu perumpamaan, saya mencoba untuk melakukannya terhadap polemik ini. Kurang lebih sebulan yang lalu, sekolah tempat saya mengajar mengadakan Mathematics Competition. Kompetisi ini bersifat internal, dengan kata lain, pesertanya adalah siswa dari sekolah ini sendiri dan yang membuat soal adalah guru-guru yang mengajar pelajaran matematika. Salah satu permasalahan yang muncul saat rapat adalah guru yang bersangkutan sering tergoda untuk membuat soal yang mudah agar siswa dapat menjawab. Padahal, di sisi lain, guru juga ingin memiliki anak didik yang terpapar dengan soal yang lebih menantang sehingga jika di kemudian hari mereka memiliki kesempatan untuk mengikuti kompetisi di luar atau pindah ke sekolah favorit yang memiliki standar yang lebih tinggi, para siswa tersebut dapat melaluinya dengan baik. Sebagai salah seorang guru yang mengajar Mathematics untuk level siswa kelas 3 SD, saya memberanikan diri untuk membuat soal yang tidak pernah saya berikan sebelumnya dalam latihan di kelas. Hasil dari kompetisi tersebut benar-benar di luar dugaan saya. Ternyata + 75% dari soal tersebut dapat dijawab oleh para peserta. Saya meremehkan kemampuan anak didik saya sendiri untuk bisa mengembangkan pelajaran yang telah mereka dapatkan sebelumnya ke bentuk soal yang berbeda.

Film-film asing yang selama ini ditayangkan di bioskop Indonesia, banyak memberikan pelajaran hidup yang berharga untuk diterapkan dalam kehidupan keseharian kita. Contohnya film My Name is Khan. Bagi Anda yang sudah menyaksikan film ini, ingatkah Anda akan adegan dimana si ibu menggambar dua orang yang kemudian diperlihatkan kepada anaknya, Khan? Orang ke-1 sedang memegang kayu dan memukul seorang anak sementara orang ke-2 sedang memegang permen dan memberikannya kepada seorang anak. Kemudian si ibu bertanya kepada Khan, mana antara kedua orang tersebut yang beragama Hindu dan beragama Islam. Khan tidak mampu menjawab. Tetapi ketika si ibu bertanya, mana antara kedua orang tersebut yang baik dan yang jahat, Khan mampu menunjuk bahwa yang memegang kayu adalah yang jahat dan yang memegang permen adalah yang baik. Kemudian si ibu berkata bahwa manusia dibedakan antara baik atau jahat, dan bukan berdasarkan agama.

Film-film asing diibaratkan dengan soal latihan yang sebelumnya tidak pernah saya berikan di kelas. Dan ternyata ada orang-orang yang mampu mengambil pesan moral dari film-film tersebut dan meneruskannya kepada orang lain. Dan sekarang, jika peredaran film-film asing berhenti karena diberlakukannya bea, itu sama saja dengan menghentikan potensi penduduk Indonesia yang haus akan pesan-pesan kehidupan yang sebenarnya memiliki manfaat bagi hidupnya atau hidup orang lain. Akankah negeriku menjadi negeri "Katak dalam Tempurung"?

(Fransiska Susilo - Lingkungan MBR 1)

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi