Film Yang Nasional

  26 Mar 2011, 14:35

Setiap kali muncul istilah nasional, saya tergelitik untuk menyelidik, apa itu nasional. Apakah nasional itu artinya Indonesia? Indonesia itu seluruh Nusantara? Atau ada pengertian lain? Sebagaimana tari nasional Indonesia, yang manakah yang dikatagorikan sebagai nasional Indonesia? Yang bergramatika? Misalnya tari Jawa, tari Bali. Atau tari lepas? Seperti Sajojo, Irian, tari Giringgiring Kalimantan, Maengket Sulawesi. Yang jelas kekayaan ini, adalah budaya bangsa Indonesia. Tak perlu diper-debatkan. Saya yakin semua kreator cabang seni apapun selama mengaku Indonesia pasti untuk negerinya - Indonesia.

Di Amerika, tak ada warga negaranya bertanya: "Yang mana Amerika?" Semua kekaryaan seni atau apapun adalah bagi Amerika, kebesaran Amerika.

Bagaimana sineas Indonesia? Apakah predikat nasional harus nempel di setiap karya seni? Disebut di atas tentang Amerika. Penonton film di negeri ini, lebih banyak terkontaminasi dengan seluruh retorika film Amerika. Terkontaminasi bukan dalam arti merugi saja, melainkan juga menguntung kan. Dimana penonton terlatih menyaksikan film film yang cinematografis. Penonton Indonesia mafhum seperti apa film yang benar-benar filmis. Dari naskah dan drama-turginya, casting, directing, retorika produksi, musik, editing, exploita si seluruh potensi film. Produser, cineast Hollywood tidak latahasal bikin film, meski ada topik yang sedang laris. "Hollywoodlooks at it's audiences" buku bicara tentang bagaimana masyarakat perlu dibuatkan fihn atas dasar novel sastra yang mereka baca. Azas: apa yang diperlukan masyarakat masih kuat dipegang para cineast, bukan apa yang disenangi masyarakat. Cermati sinetron ala TV Indonesia. Satu berkisah horor hantu-hantu, semua ikut berhoror. Satu memajang cinta remaja, semua meniru. Apakah bangsa ini bangsa peniru yang anti serius? Ketoprak yang serius dihumorkan. Memang ada opera buffa, comic opera. TV menyiarkan Opera van Java yang mengundang tawa. Apa yang kita peroleh setelah membuang waktu hampir 60 menit? Cuma tambah tua. Bagaimana film bioskop kita?Tidak semua film Indonesia tidak layak tonton.

Hari film nasional konon ditengarai sekian tahun lalu atas dibuatnya sebuah film besar berjudul Long March dengan sutradara Usmar Ismail.

Apa kehebatan dan kelebihan film tersebut secara cinematografis tidak banyak diungkap. Apakah naskah sampai garapan akhir mengikuti prosedur tetap pembuatan film, juga kurang jelas. Apa peran film dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini? tampakna masih perlu dicari jawab pasti.

Maniak film akan lebih diuntungkan bila melengkapi diri dengan bacaan tentang film. Antara lain: Film as Film, How to Read a film, Film Theory,Television Film, From Script to Screen. Perlukah penonton mengetahui seluk beluk film? Penulis yakin: The aquired ability to watch the film intelligently, merupakan bekal penonton agar lebih apresiatif, selektif, ma lah kadang diskriminatif. Akibatnya, akan banyak fihn yang tidak layak tonton bagi mere ka yang nonton denganintelegensi. Maka siap-siaplah insan film yang bikin film asal-asalan. Gedung bioskop akan penuh dengan kekosongan penonton. Tak ada waktu bagi film kacangan. Ini terjadi, atau malah sudah terjadi? Kalau demikian apa yang harus di lakukan para cineast? Tingkatkan profesionalisme seluruh kerabat kerja kreatif film. Tingkatkan komitmen filmis anda kepada profesi dan penonton. Bila kedua aspek itu menjadi pegangan cineast kita, maka ada atau tidak ada hari film nasional, masyarakat akan dengan senang pergi ke bioskop nonton dan membayar sesuai harga tiket. Pertanyaannya: Kapan ini terjadi? Better late than never!!!

(Suwanto Soewandi - St Benedictus)

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi