Pancasila Milik Siapa?

  27 May 2011, 13:39

Dalam bulan Mei 2011 ini di Jakarta saja terjadi lima kali bentrokan antar warga dan ketika tulisan ini dibuat, sudah terjadi dua kali penyerangan dari massa ormas yang memang selalu membuat onar, kepada kelompok yang baru menjalankan ibadat. Belum terhitung lagi di seluruh pelosok Tanah Air yang setiap hari bisa kita saksikan melalui TV, acara bentrokan antar warga. Ditambah tiada hari tanpa korupsi yang menjadikan Negara kita ini, sepertinya sudah dalam kategori "compang-camping". Yang namanya rasa persatuan dan kesatuan kok, menjadi semacam uthopia, hanya angan-angan.

Masa kecil hingga remaja biasanya menjadi ingatan indah. Nah, seperti penulis yang termasuk Generasi 45, semasa kecil memiliki nostalgia tinggal di perkampungan pinggiran kota Solo. Di mana suasana perkampungan begitu guyub, semangat gotong royong warga demikian kental. Maka, ketika memperoleh pelajaran Pancasila, yang kata pendirinya, Bung Karno, Pancasila itu adalah jiwa bangsa Indonesia, gotong royong. Ya, gampang merasuknya, apalagi ditambah di kampung ada panutan dan contoh-contoh kongkrit. Makin bertambah pengalaman makin kagum kepada BK, di mana pidato 1 Juni 1945 (Hari Lahirnya Pancasila) bisa dijadikan permenungan.

Di mana Gotong-Royong itu, seperti kutipan dari Yudhi Latief, cendekiawan Muslim dan pengamat kebangsaan. RI berdiri sebagai Negara berkat gotong-royong Di mana Ketuhanannya harus berjiwa gotong-royong. Ketuhanannya harus yang berkebudayaan yang lapang dada dan toleran. Bukan Ketuhanan yang saling menyerang dan menzolimi. Internasionalisme-nya juga berjiwa gotong royong (berperikemanusiaan dan berkeadilan) bukan yang menjarah dan eksplosif. Kebangsaannya berjiwa gotong-royong (mampu mengembangkan persatuan dari aneka perbedaan- Bhineka Tunggal Ika) Bukan yang meniadakan perbedaan dan menolak persatuan. Demokrasi yang berjiwa gotong-royong (mengembangkan musyawah mufakat) bukan demokrasi yang didikte oleh suara mayoritas, tirani elit penguasa dan pemodal. Kesejahteraan pun harus berjiwa gotong-royong (mengembangkan partisipasi dan emansipasi di bidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan) Bukan visi kesejahteraan yang berbasis individualistik.

Bayangkan, betapa para pendiri bangsa ini mempunyai pemikiran yang jauh ke depan. Dan bayangkan pula, jika visi ini kita jalankan dengan konsekuen ditambah Negara kita ini kaya sumber daya alam, baik mineral maupun kekayaan alam lainnya. Tak pelak lagi Negara kita ini setelah 66 tahun merdeka merupakan Negara yang makmur, aman, tenteram. Gemah Ripah Loh Jinawi. Negoro Tentrem Kerto Raharjo. Subur kan sarwo tinandur, seperti kata Ki Dalang melukiskan sebuah Negara yang makmur, adil, sejahtera. Dan itu sebenarnya bukan impian. Sayang, semuanya kita rusak sendiri. Malah nyaris RI sekarang ini termasuk Negara gagal.

Tandanya jelas. Kita semua tak mampu mewujudkan cita-cita nasional sesuai pembukaan UUD 45. Negara tidak mampu melindungi segenap warga negara, mencerdaskan, menyejahterakan rakyatnya, ditambah Negara tak mempunyai wibawa dan berperan secara internasional. Pancasila, UUD 45 dan NKRI mendapat ancaman luar biasa. Negara dan penguasanya tenang-tenang saja. Seolah-olah Pancasila ini hanya milik mbahmu! (nenek Loe, saja) Oh, nasib!

(Ign. Sunito)

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi