Ahimsa Tanpa Gaya

  6 Oct 2012, 00:20

Sejak tahun 2007, 2 Oktober diperingati sebagai Hari Anti Kekerasan Internasional. Tanggal tersebut bertepatan dengan hari lahir Bapak Perjuangan Kemerdekaan India, Mahatma Gandhi. Dengan ditetapkannya Hari Anti Kekerasan Internasional oleh PBB, diharapkan nilai-nilai kemanusiaan dapat mengakhiri kekerasan yang pada akhirnya perang atau ke-keran tidak perlu ada di muka bumi.

Diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia kata kekerasan memiliki definisi perbuatan seseorang atau ke-lompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain; paksaan. Berdasar-kan definisi tersebut, ingatkah Anda akan peristiwa yang masih hangat diperbincangkan mengenai tawuran pe-lajar sekolah yang akhirnya menelan korban jiwa?

Kejadian yang seringkali dikaitkan atau dikategorikan sebagai wujud "kenakalan remaja" tersebut telah menjadi headline di media massa dan menjadi perbincangan yang hangat oleh para ahli, baik dari dunia pendi-dikan, psikolog, aparat keamanan dan para ahli lainnya yang kemudian berpendapat tentang kejadian yang tragis tersebut. Tawuran dan kebrutalan tersebut menjadi "bahan empuk" pemberitaan. Bahkan ditayangkan kejadiannya, tanpa sensor, oleh televisi nasional berulang kali.

Tawuran adalah salah satu bentuk 'peperangan" dalam wilayah yang lebih kecil tetapi teror yang diberikan tidak kalah mencekam dengan peperangan yang masih terjadi di beberapa belahan bumi lainnya. Sekelompok remaja yang seharusnya sibuk dengan kegiatan positif di sekolah baik kegiatan intra maupun ekstrakulikuler malahan sibuk mengatur strategi untuk berperang, mengumpulkan senjata tajam yang bisa diperoleh dengan mudah dengan satu keinginan "melukai atau bahkan membunuh lawan".

Keinginan yang absurd! Untuk alasan yang juga absurd. Saya tidak ingin larut dalam jebakan media dan ko-mentar para pakar. Akan tetapi tawu-ran hanya contoh kecil dari tindak kekerasan yang tidak hentinya terjadi dalam rupa dan bentuk yang beragam.Kekerasan orang tua kepada anak, kekerasan antara suami dan istri, kekerasan antar rekan kerja, kekerasan antara pimpinan dan bawahan, bahkan kekerasan bisa terwujud tanpa ada bukti fisik.

Lucunya, untuk menyaksikan keke-rasan, kita tak perlu repot menongkrongi televisi. Di hari Minggu, harinya Tuhan, pelataran parkir gereja sering menjadi saksi kekerasan umat yang satu kepada umat yang lain. Kekeras-an melalui kata-kata yang membuat orang lain merasa terancam bahkan tidak nyaman.

Kekerasan seperti mata rantai yang saling berkelindan. Kekerasan dan dendam saling bertaut sampai maut menjemput semua pelakon dan yang tak terlibat. Hukum, norma atau atu-ran apapun yang dibuat tidak akan bisa menjadi wasit dalam kehidupan jika keinginan untuk berkuasa dengan cara yang cepat dan brutal menjadi pilihan yang menggiurkan dan menyenangkan untuk dilakukan.

Sepertinya damai itu masih menjadi mimpi bahkan impian. Sepertinya gerakan Ahimsa Mahatma Gandhi belum menjadi gaya yang menggerakkan, selama kita masih keranjingan kekuasaan.(Ratna Wina)

Lihat Juga:

Tema Minggu (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi