Suara Perempuan dan Rencana Keselamatan Allah

 Helena D Justicia  |     9 Mar 2014, 23:03

Seandainya Yesus membiarkan orang merajam perempuan itu, hidupnya akan berakhir sia-sia. Orang akan mengenang perempuan itu sebagai pezinah, yang mati karena dilempari batu. Akan tetapi, Yesus mengampuninya. Pengampunan itu membuahkan hidup yang baru. Orang pun mengingat perempuan itu sebagai sosok yang dikasihi, diselamatkan, dan hidupnya diperbarui (bdk. Yoh 8:1-11).

Jauh sebelum Yesus lahir, Kitab Kejadian menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan menurut rupa Allah (lih. ay. 27). Manusia pun berjalan dalam pemahaman yang tak lengkap dan gambaran yang tak sempurna mengenai keadilan dan kebenaran Allah. Akibatnya, banyak terjadi ketidakadilan, bahkan juga kekerasan, terhadap perempuan. Perempuan tak lagi diperlakukan setara dengan laki-laki, terutama dalam budaya patriarki.

Satu korban ketaksetaraan itu adalah perempuan yang berzinah di awal tulisan ini. Yang dihukum rajam adalah si perempuan; bagaimana halnya dengan si laki-laki? Dalam situasi ketidakadilan itu, Yesus dengan berani menampakkan sikap-Nya. Selain mengampuni pezinah, ia juga bercakap-cakap dengan perempuan Samaria (lih. Yoh 4:1-42), bahkan membiarkan seorang perempuan pendosa melayani Dia (lih. Luk 7:36-50). Melalui tindakan Yesus itu, kita menyadari bahwa relasi-Nya dengan para perempuan pada akhirnya membuahkan keselamatan.

Hingga kini, tak hanya di ruang privat namun juga publik, masih banyak suara perempuan yang diabaikan. Suara perempuan absen dari keputusan keluarga hingga kebijakan pemerintah. Padahal, perempuan menyuarakan perhatian dan kebutuhan mereka yang khas, yang tak selalu dapat dipahami oleh laki-laki.

Suara itu malahan terus ditekan atau dibungkam. Pada 2012, Komnas Perempuan mencatat 4.336 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Kekerasan yang paling banyak ditangani adalah perkosaan, pelecehan seksual dan perdagangan perempuan untuk tujuan seksual. Kekerasan lainnya mencakup pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan, pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, serta kontrasepsi/sterilisasi paksa. Selain data itu, tercatat angka kematian ibu karena melahirkan sebanyak 359 kasus per 100 ribu kelahiran hidup.

Data itu mengungkap penderitaan perempuan Indonesia, kendati belum semua. Karena itulah, kita perlu memastikan agar suara mereka didengar, sebagaimana tema Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret 2014: InspiringChange. Kesetaraan antara perempuan dan laki-laki di bidang sosial, politik dan ekonomi perlu terus diperjuangkan. Lebih daripada itu, diharapkan agar kesetaraan ini membuahkan perubahan positif bagi kehidupan, atau dalam istilah iman: keselamatan.

Lihat Juga:

Tema Minggu (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi