Spiritualitas Ekaristi (bagian 1)

  10 Jan 2013, 15:02

"Ritus Pembuka-Tuhan Kasihanilah Kami"

[Pengantar: Mulai edisi ini Romo Lam akan mengisi "kolom iman" dalam Warta Minggu ini. Tahun ini Gereja Katolik sedang merayakan Tahun Iman, maka melalui kolom iman ini kita akan diajak untuk mem­perdalam iman kita melalui pemba­hasan tema-tema tertentu.

Tema pertama yang akan dibahas ialah Spiritualitas Ekaristi. Tema itu akan dibahas selama empat edisi ke depan.

Tema-tema selanjutnya akan menyusul.]

Setiap Minggu, bahkan setiap hari, kita merayakan Ekaristi. Kadang ada orang berkomentar bahwa Ekaristi kita itu terlalu monoton; penuh dengan ritus-ritus yang membosankan! Benarkah demikian? Tidak! Di dalam tata perayaan Ekaristi itu ada makna yang sangat mendalam. Barangkali sebagian orang bosan karena kurang memahami maknanya.

Melalui tulisan ini, saya akan men­gajak Anda untuk mendalami makna atau spiritualitas Ekaristi. Spiritualitas Ekaristi itu akan kita dalami berdasar­kan teks Injil Lukas 24: 13-35. Kisah tentang dua murid yang pulang ke Emaus dalam teks Injil itu menjelas­kan makna Ekaristi secara mendalam. (Saya menganjurkan Anda untuk membaca teks tersebut supaya kita mudah mengikuti alur pikiran pem­bahasan tentang Spiritualitas Ekaristi ini).

Di dalam teks Injil itu, dua murid sedang pulang kampung ke Emaus. Mereka putus asa dan sedang mer­atapi kesedihan mereka. Yesus yang mereka harapkan akan membebaskan Israel, ternyata mati mengenaskan di kayu salib. Mereka kehilangan orang yang sangat mereka harapkan. Pada saat terluka dan putus asa itu, seorang asing (yang adalah Yesus sendiri) datang kepada mereka. Di depan orang yang tidak mereka kenal itu, mereka meluapkan dan meratapi kesedihan-kesedihan hidup mereka.

Perayaan Ekaristi diawali dengan Ritus Pembuka. Tekanan pada Ritus Pembuka ini ialah memohon belas kasih Allah: Tuhan kasihanilah kami! Kyrie Eleison! Pada awal perayaan Ekaristi, kita bagaikan kedua orang yang pulang ke Emaus itu. Kita datang ke perayaan Ekaristi sebagai orang-orang terluka: dengan segala per­soalan hidup kita (pribadi, keluarga, tempat kerja), dengan rasa marah, benci, dendam, luka-luka batin yang kita alami; dengan segala kesalahan dan dosa kita. Begitu kita sampai di gereja, kita menumpahkan segala per­soalan hidup di hadapan Tuhan.

Meratapi dan menyadari pengalaman-pengalaman terluka adalah langkah awal untuk meninggalkan rasa marah, benci, menuju sikap syukur. Ekaristi berasal dari kata Yunani eucharistia yang artinya syu­kur. Ekaristi adalah tindakan syu­kur. Ekaristi berarti tindakan syukur. Merayakan Ekaristi berarti bersyukur atas hidup kita, atas segala pengalaman suka-duka, untung-malang, senang-susah. Agar bisa bersyukur, kita harus terlebih dahulu meratapi luka-luka kita dan mohon ampun atas kesalahan kita.

Tuhan kasihanilah kami merupakan seruan ratapan dan mohon pengam­punan atas dosa-dosa kita. Dengan seruan itu kita dimampukan menerima belas kasih Allah. Kita mampu bersyu­kur atas hidup kita. Inilah makna ritus pembuka dalam Ekaristi kita, yakni menyadari kerapuhan dan dosa kita, serta memohon pengampunan dari Allah. (Bersambung).

(Rm. Lamtarida Simbolon, O.Carm)

Lihat Juga:

Tema Minggu (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi