Pahlawan, Sebuah Renungan Redefinisi di Zaman Amburadul

  12 Nov 2011, 11:33

Ketika tanggal 27 September 2011 di pelataran Kompas-Gramedia, KG Pal Merah Selatan, Jakarta dipenuhi hampir 4000 karyawannya perwakilan dari hampir 70 anak perusahaan dari seluruh Indonesia. Bersama para undangan terhormat lainnya, mereka mengelu-elukan kedatangan Bos KG, yang hari itu HUT ke-80. Jakob Oetama disambut bak pahlawan, banyak karyawan/wati meneteskan air mata haru, gembira, syukur, sekaligus merenung. Jakob adalah pahlawan buat karyawan KG. Terlebih-lebih bagi mereka yang pernah langsung menjadi anak buahnya. Sejuta kata pujian diikat menjadi satu, sepertinya belum cukup untuk berkisah tentangnya.

Pahlawan, Sebuah Renungan Redefinisi di Zaman Amburadul

Di keluarga kita masing-masing, kita juga mempunyai pahlawan sanjungan. Entah itu orang tua, saudara, atau mereka yang dituakan. Pasti ukurannya jasa yang penuh pengorbanan. Nama kebesaran yang diakui secara sektoral, tak akan terhapus atau lapuk dimakan zaman. Anak cucu mewarisi cerita legenda, selain sebagai simbol kebanggaan juga inspirasi. Pahlawan berasal dari bahasa Sansekerta,phala atau buah ditambah wan, sebagai orang yang dari dirinya dihasilkan buah karya berkualitas unggul, bagi suatu kepentingan baik untuk bangsa, negara,dan agama. Pahlawan untuk seseorang yang memiliki sifat-sifat sebagai warga bangsa yang ideal, baik fisik/non fisik, mempunyai kriteria unggul dibanding manusia-manusia biasa.

Berbicara tentang pahlawan ketika 10 November 2011, sepertinya seiring dengan zamannya. Zaman amburadul di mana masyarakat sudah menjadi apatis dan sinis. Ini akibat dari kita, masing-masing mempunyai "pahlawan" sendiri-sendiri. Para koruptor disanjung seperti pahlawan, jubirnya seorang pengacara yang berkaok-kaok di depan kamera TV. Bahkan seorang teroris ketika dihukum mati, jasadnya disambut bak pahlawan agama yang mati syahid. Terlebih-lebih pejabat negara, dengan reputasi yang kontrovesial di-nominasikan untuk diberi gelar pahlawan. Ingat Soeharto, ketika menjelang Hari Pahlawan 2010 dipaksakan untuk memperoleh gelar itu.

BINGUNG CARI PAHLAWANHarus diakui dalam suasana amburadul terlebih tergerus akan rasa persatuan dan kesatuan, kini ditumbuhkan antuasiasme kebangsaan, nasionalisme, yang ternyata mendapat sambutan hangat masyarakat. Namun juga sedih kegairahan ini tidak diikuti atau tampil sosok-sosok atau minimal jiwa kepahlawanan yang diharapkan. Koran Kompas dua tahun berturut-turut 2010 dan 2011 selalu mengadakan jajak pendapat. Hasilnya tetap sama. Tak ada sosok teladan kepahlawanan muncul, yang diakui dan diterima oleh semua lapisan masyarakat. Tidak ada sosok yang seperti kriteria pahlawan yang sudah disebut di atas.

Sebabnya, ya jelas setiap hari kita disuguhi perilaku para elit negara yang amburadul, antara kebaikan dan kejahatan kabur, batasnya tak jelas, persis antara yang genius dan idiot. Orang idiot itu bisa berperilaku seperti seorang genius, juga sebaliknya. Maka benar kata filosof Jerman Bertold Brecht "Kasihan bangsa yang membutuhkan pahlawan". Bangsa itu, ya kita ini bangsa Indonesia.

Bagi penulis kalau ditanya, siapa pahlawanmu? Pahlawanku itu Jakob Oetama dan bapakku sendiri. Gitu aja, kok repot!

(Ign. Sunito)

Lihat Juga:

Tema Minggu (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi