Benarkah Kita Sudah Merdeka?

  15 Aug 2011, 06:15

Penulis mengutip salah satu tulisan dari Romo Sindhunata SJ yang selalu "tajam dan terpercaya" ketika merenung di Hari Proklamasi Kemerdekaan RI 2010. Yaitu sejumlah daftar pertanyaan, benarkah RI kini sebuah Negara nyaris gagal? Kebangkrutan kesalehan sosial? Benarkan bangsa yang berbudaya tinggi? Negara tanpa kepemimpinan? agama lebih mulya dari pada Tuhan? Defisit kemanusiaan? Bersatu itu utopia? Republik kita atau Republik mereka? Negara eksperimen demokrasi? Negara tanpa imajinasi? Tempat hunian warga yang berwatak budak, maka tak heran korupsi merajalela? Dan ini bisa diteruskan dengan pertanyaan lain, yang pokoknya, ya, kok ngeri bener RI kita sekarang ini.

Dari dasar pemikiran itu, negri ini didirikan oleh bapak-bapak bangsa, founding fathers dengan sebuah gagasan besar, tetapi kini antara ide awal menjadi terputus. Semua kehilangan energi untuk mengimplementasikan gagasan besar para pendiri bangsa ini terutama dalam mensejahterakan rakyat. Ibaratnya semua lupa jika sudah pada pegang kekuasaan (bergilir korupsi terus). Sebuah Epos besar tetapi yang didapatkan hanya manusia-manusia kerdil. Siapa yang menikmati 66 tahun merdeka? Jujur saja suasana sekarang ini ibarat pra Proklamasi Kemerdekaan 1945 (kata para orang-orang tua kita) Di mana kehidupan rakyat jelata yang merupakan mayoritas negeri ini sebagian besar masih hidup dari tangan ke mulut. Masih disibukkan mencari sesuap nasi.

Pra Proklamasi semua sektor ekonomi dikuasai oleh kaum penjajah dan minoritas. Lha, sekarang ini sama saja, semua sektor ekonomi, industri, perniagaan malah dikendalikan dan menjadi milik orang lain. Bahkan rumah-rumah sakit pun idem dito (BUMN-BUMN sudah dijual kepada pemodal asing). Pasti ada yang mendebat tulisan ini, dengan coba simak Pidato Presiden selalu menyebut pertumbuhan ekonomi yang meyakinkan (angka statistiknya)? Gambaran itu semu belaka, ketika Koran Kompas dalam salah satu edisinya dari halaman depan, tengah, sampai belakang, mencoba menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Kalau zaman Orba, koran itu pasti dibreidel!

Pasti ada juga suara yang mengatakan bahwa sektor riil juga tumbuh? Ya, benar dari sektor TKI dan TKW yang menyumbang jumlah devisa besar (Rp 70 trilyun) Namun itu harus disertai perjuangan toh nyowo, taruhannya nyawa. Dari penghinaan, penistaan, pelecehan, penyiksaan sampai putus lehernya di negeri orang. Hidup sebagai "kasta Sudra" di negeri orang. Sumbangan devisa yang disertai "pajak" tak resmi dari pemerintahnya sendiri. Kalau sudah urusan leher, EGP, emang gue pikirin.

Pusing, kan? Sebenarnya harapan kita yang paling sederhana adalah di bab salah satu pertanyaan Romo Sindhu, ketika agama lebih mulia dari pada Tuhan? Sudah berapa kali Presiden kita janji-janji mau memberantas ormas pembuat onar. Namun kenyataannya malah menteri aparatnya justru "peluk-pelukan". Harapan lebih sederhana lagi bisa mempunyai pemimpin yang memilih tidak popular katimbang membiarkan Negara dalam suasana ketidakpastian dan diambang kehancuran. Beda benar kualitas para founding fathers dengan pemimpin-pemimpin masa kini.

Kebesaran bangsa tidak ditentukan oleh besarnya penduduk dan luasnya wilayah, tetapi oleh kebesaran jiwa pemimpinnya. Dirgahayu RI yang kita cintai!

(Ign. Sunito)

Lihat Juga:

Tema Minggu (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi