Siapa Ingin Jadi Pengungsi?

  17 Jun 2013, 19:36

Pertanyaan seperti dalam judul pasti tak mengundang jawaban positif pembaca. Apa, siapa, dimana, mengapa, dan bagaimana para pengungsi, (sosoknya terbaca nyata di layar kaca), mewarnai berita duka dari belahan bumi mana saja. Tak perlu penjelasan.

Tetapi ada hari pengungsi (salah satu dari puluhan hari peringatan yang lain yang ada di republik ini). Apanya yang diperingati? Apakah dengan mengingatkan mereka bahwa mereka korban segala malapetaka dan bencana yang melanda seluruh sendi hidupnya? Peperangan, bencana alam yang dahsyat, kekejaman yang dialami di luar perikemanusiaan? Kata pengungsi mengundang nurani kita bicara: apa yang layak dan pantas kita lakukan.

Pengungsi dan pengungsian dapat terjadi di mana saja, kapan saja, de-ngan sebab yang beragam. Mungkin kita sepakat bahwa membantu mereka tidak harus menunggu lahirnya undang undang bencana alam. Bencana tidak bisa diatasi hanya dengan membuat aturan. Bencana memerlukan respon positif umat dan masyarakat bagaima­na membantu meringankan beban penderitaan yang sebenarnya tidak mereka kehendaki. Adanya pengungsi langsung tidak langsung menguji "kemanusiaan" kita. Sejauh mana ajaran kasih Kristus melekat menjadi penyemangat kristiani sejati. Respons kita kepada pengungsi bukan karena wajib, melainkan "kata hati" yang mengendap lekat sebagai manifestasi berbagi kasih, berbelarasa.

Tanpa hari pengungsi pun tidak menjadikan pengungsi mati suri sela­ma semangat kasih kristiani masih menjadi basis langkah umat kristiani. Realisasi kasih kristiani tidak mengu­kur dengan waktu, melainkan dengan hasrat. Kapan saja dimana saja tidak menunggu bencana tiba. Kata Kristus: "Datanglah engkau yang letih lesu, Aku akan beri kelegaan". Tentu kapan saja. Tidak ada syarat - nanti boleh datang habis misa atau lepas magrib.

Ada orang yang harus menyelamat kan diri ke tempat aman berarti ada pengungsi.

Adanya hari pengungsi lebih men­jadikan kita bertanya: mengapa ter­jadi pengungsian? Apa pokok akar ma-salah utama membanjirnya pengungsi dari satu negeri ke negeri lain? Atau dari satu kampung ke kampung lain seperti sering kita saksikan di layar Tivi? Itu tidak di negeri lain. Itu di negeri kita sendiri. Pengungsi adalah wajah bencana yang memberi kesem­patan kepada siapa saja untuk berbuat kebaikan. Apakah dalam memutuskan adanya hari pengungsi juga mem­pertimbangkan segala kebaikan yang dapat diperoleh dari mereka yang bukan pengungsi?

Rasanya peringatan hari pengungsi tidak harus terpateri tanggal tertentu. Yang utama bukan harinya, melainkan "pengungsinya". Pengungsi yang teraniaya, tercerabut dari tanah leluhur, dari budaya bahkan keyakinan keagamaannya. Siapa ingin jadi pengungsi bukan penawaran basa-basi, atau ingin menguji. Pertanyaan retoris tak perlu jawaban.

Yang dikehendaki adalah apa respons kita menghadapi tantangan adanya pengungsi. Apa konkritnya. Antara lain menebalkan iman dan harapan mereka bahwa tiap masalah selalu ada solusi. Cermati Nahum 1: 7, atau Yesaya 25: 4-5. Tentu berlaku bagi yang menginiani. Siapa ingin jadi pengungsi bukan teka teki lagi.

(Suwanto Soewandi, St.Benedictus)

Lihat Juga:

Tema Minggu (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi