Permintaan Maaf Kepada Cicit

  27 May 2012, 10:30

Panas, Jakarta makin panas atau Jakarta memang panas. Yang pasti, bumi makin panas. Para ahli sudah mengatakan berulang-ulang. Berbagai media sudah mengabarkannya bersungai-sungai. Ribuan jam sudah disisihkan untuk memperingatkan bahwa bumi sedang terancam kehancuran.

Permintaan Maaf Kepada Cicit

Pertanyaannya adalah, apa yang sudah dikerjakan dengan peringatan tersebut? Ternyata belum ada. Buktinya? Banyak. Ketika ruangan yang ada disekitar kita makin panas, bukan pohon yang kita tanam. Untuk mengatasinya kita beli sebiji atau dua biji, bahkan berbiji-biji alat pendingin untuk ditanam ditiap-tiap ruangan.

Salahkah hal itu? Tentu saja tidak. Karena kebutuhan manusia yang pa-ling pokok adalah kepentingannya sendiri atau kelompoknya untuk merasa nyaman. Lho, berarti egois. Kalau egois berartikan salah. Tidak! Anggap saja kita tidak tahu bahwa dengan menambah pendingain udara, maka setiap pendingin udara yang terpasang hanya sedikit menyumbang efek rumah kaca.

Bukankan itu berarti sudah diniatkan untuk tidak peduli? Sebentar. Tuduhan ketidak pedulian kita terhadap bumi belum bisa dibuktikan. Karena ketidak pedulian tersebut masih bersifat masal. Artinya yang menuduh tidak peduli juga belum tentu peduli pada lingkungannya. Freeport masih menggali gunung-gunung di Papua, perusahaan minyak masih ngebor tambang-tambang minyak di seluruh dunia. Jadi santai saja...

Lalu kenapa berteriak tentang pemanasan global. Tentang bumi yang akan hancur. Nah itu dia. Hal itu dilakukan karena latah. Atau begini, kalau para ahli sudah sering mengadakan KTT tentang bumi. Kalau gerakan-ge-rakan ini makin mengglobal dan semua menyerukan dalam paduan suara yang merdu, mosok kita nggak ikut. Ya paling tidak ikut bikin poster Go Green. Atau kalau kemarin ada earth hour, kita juga harus ikut. Ya, paling tidak ikut memadamkan lampu, bukan listrik. Kalau listrik ikut dimatikan, maka AC juga mati, kalau AC mati, maaf, panas. Toh, banyak juga tetangga yang nggak ikut.

Ya, itulah realitas sederhana yang bisa dipotret dalam lingkungan di sekitar kita. Seperti halnya kenapa memasang mesin pendingin di gereja. Eit, tunggu dulu. Memasang pendingin di gereja supaya kita 'nyaman' dan kusuk dalam berdoa. Bagaimana mungkin kita bisa konsentrasi berdoa kalau sibuk mengipasi tubuh yang gerah dengan kipas atau buku liturgi. Baiklah, atas nama konsentrasi dalam berdoa pemasangan mesin pendingin pun disahkan. Sah! (palu diketok tiga kali seperti rapat di DPR).

Ok. Konsentrasi kita garis bawahi. Pertanyaan berikutnya adalah, apakah dengan tidak mematikan alat komunikasi kita bisa berkonsentrasi? Jangan-jangan dibalik konsentrasi ada makna yang tersembunyi, 'takut kehilangan kenyamanan'.

Ah, semoga ini salah. Tetapi kalaupun benar, biar saya wakili untuk memulai pernyataan maaf kepada cicitnya anak-anak kita. "Cicitnya, cicit. Maaf ya. Kami masih belum bisa peduli pada kerusakan bumi. Kami masih mementingkan kenyamanan kami. Jika ternyata ketidak pedulian atas nama kenyamanan ini berakibat pada kelangsungan alam di jaman mu.

Dengan ini, kami minta maaf. Semoga kau maafkan kebodohan kami."

(felly)

Lihat Juga:

Tema Minggu (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi