Membangun Kepedulian Terhadap Air

 Andreas S. Pratama  |     22 Mar 2014, 04:42

Hari Air Sedunia yang diperingati tiap 22 Maret, untuk pertama kalinya dicanangkan di Sidang Umum PBB, di Rio de Janeiro, Brazil, pada tanggal 22 Desember 1992 silam. Pencanangan Hari Air Sedunia ini merupakan wujud nyata dari keresahan para pemimpin dunia atas ketidakpedulian umat manusia terhadap zat paling esensial di muka bumi ini. Salah satu buktinya bisa dilihat dari banyaknya kasus-kasus pencemaran air yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab.

Membangun Kepedulian Terhadap Air

Namun tak perlu kita melihat dengan skala global bila berbicara tentang pencemaran air, karena kasus-kasus tersebut justru terpampang jelas di lingkungan-lingkungan sekitar kita. Salah satunya bisa kita lihat dari pencemaran Sungai Ciliwung.

Sungai Ciliwung berhulu di Gunung Pangrango, Jawa Barat. Sungai ini mengalir melalui kawasan Puncak, Ciawi, lalu membelok ke utara melalui Bogor, Depok, Jakarta, dan bermuara di Teluk Jakarta. Di ibukota, sungai ini alirannya terbagi menjadi dua cabang, satu melalui tengah kota, sepanjang Gunung Sahari, yang lain melalui pinggir kota, salah satunya melewati Tanah Abang.

Hingga tahun 1689, masyarakat Jakarta (Batavia) telah memanfaatkan Sungai Ciliwung sebagai sumber air minum. Namun pada tahun 1740, air sungai mulai tercemar berkat buangan air limbah rumah sakit yang dialirkan langsung ke sungai. Warga sekitar pun diserang wabah kolera dan disentri, bahkan sempat meningkatkan angka kematian di antara warga Batavia.

Kini pencemaran atas Sungai Ciliwung tak bisa lagi ditanggulangi. Bagi kita warga Jakarta, Sungai Ciliwung bisa menjadi salah satu contoh contoh ketidakpedulian kita dalam menjaga kebersihan air. Begitu kotornya, bahkan sungai ini juga mendapatkan sebutan unik, namun konotatif: "Pusat Mebel Jakarta". Sebutan ini berasal dari banyaknya sampah furniture yang mengendap di pintu-pintu air kala Jakarta diserang banjir tahunan Januari silam.

Akibat pencemaran tersebut, akhirnya kita pun mengandalkan air tanah sebagai sumber air bersih. Ketergantungan atas pasokan air tanah pun diklaim telah hampir mencapai 70%. Sayangnya, air tanah pun tak lepas dari masalah, karena memiliki kecenderungan untuk mengandung kadar besi atau asam organik tinggi. Kecenderungan tersebut bisa dilihat dari warna air yang kekuningan. Merujuk pada syarat air yang tak berwarna dan tak berbau, maka air tanah pun masuk ke dalam kategori tak layak untuk dikonsumsi.

Lalu, kemana kita harus mencari sumber air bersih untuk mendukung kehidupan kita sehari-hari? Sudah seharusnya kita kembali mengandalkan air dari sungai. Sayangnya, kita sendiri masih wajib mengubah kultur yang telah tertanam di diri kita. Memulai perubahan dengan tidak membuang sampah ke sungai adalah salah satu langkah terbaik untuk menjaga kebersihan air.

Lihat Juga:

Tema Minggu (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi