Sumpah Pemuda Bersumpah untuk Bersatu Demi Indonesia

 Andreas Pratama  |     26 Oct 2015, 11:07

Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia

Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia

Kami poetra dan poetri Indonesia, mendjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia

Pada tanggal 27 hingga 28 Oktober 1928, kelompok-kelompok pemuda yang mewakili suku dan agama di Indonesia bersatu di dalam sebuah ruangan, di dalam rumah yang bertempat di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat, milik seorang Tionghoa yang bernama Sie Kong Liong.

Di sana mereka mengadakan sebuah rapat yang diberi nama Kongres Pemuda. Kongres tersebut dihadiri oleh pemuda-pemuda dari daerah Jawa (Jong Java), Sumatra (Sumateranen Bond), Batak (Jong Bataks Bond), Sulawesi (Jong Celebes), Ambon (Jong Ambon), Betawi (Pemoeda Kaoem Betawi), dan golongan Islam (Jong Islamieten Bond). Seperti yang kita tahu, rapat tersebut akhirnya menghasilkan sebuah rumusan yang kini kita kenal dengan nama "Sumpah Pemuda".

Selain itu, pembacaan teks Sumpah Pemuda di Kongres Pemuda juga dihadiri oleh empat peninjau dari Golongan Timur Asing Tionghoa, yaitu Kwee Thiam Hong, Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok, dan Tjio Djien Kwie.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, sumpah memiliki makna sebagai sebuah pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan, disertai sebuah tekad untuk melakukan sesuatu. Sumpah juga bisa diartikan sebagai sebuah janji atau ikrar yang teguh.

Secara sederhana, Sumpah Pemuda memiliki makna sebagai sebuah pernyataan, janji, atau ikrar yang diucapkan oleh para pemuda untuk mengesampingkan segala perbedaan, mulai dari suku, agama, bahasa, dan golongan, untuk bersatu di bawah bendera perjuangan demi menggapai sebuah cita-cita yang mulia. Semenjak itu, Sumpah Pemuda seolah-olah telah menjadi sebuah pondasi yang kuat bagi para Bapak Bangsa kita untuk memerdekakan Indonesia dari tangan para penjajah.

Apakah Sumpah Pemuda tetap menjadi sebuah landasan persatuan Indonesia di era serba modern saat ini? Bila kita bersikap pesimistis, maka jawabannya adalah tidak. Buktinya, Indonesia tak kunjung bebas dari berbagai peristiwa yang memecah-belah persatuan. Pembakaran gereja di Singkil, serta tak kunjung selesainya konflik pendirian gereja GKI Yasmin di Bogor dan St. Bernadet di Ciledug, bisa menjadi bukti bahwa agama dan golongan masih menjadi tembok penghalang yang tinggi menuju persatuan.

Pemberitaan di media-media nasional yang serba negatif turut membuat kita merasa pesimistis terhadap Indonesia, tetapi apakah kita akan terus-menerus melihat dari perspektif ini? Jawabannya tentu saja tidak, tetapi kita seolah masih nyaman untuk hidup di dalam gelembung plastik pesimistik. Kita lebih memilih untuk menyalahkan pihak-pihak berwenang ketimbang bergerak sendiri untuk melakukan sebuah perubahan.

Telah lewat 87 tahun semenjak Sumpah Pemuda dilantangkan bersama dengan lagu Indonesia Raya di bagian akhirnya. Mudah-mudahan semangat persatuan untuk bertanah air, berbangsa, dan berbahasa yang satu tak luntur dari hati kita masing-masing.

Lihat Juga:

Tema Minggu (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi