Reserved

 Cosimus Angelus  |     27 Apr 2014, 23:22

"Maaf, tempat ini sudah ada orangnya," setengah terkejut aku ditegur wanita itu. Kupikir tempat itu masih kosong, yang tampak hanya jejeran dua buah buku misa dan tas wanita itu yang memakan tempat untuk tiga orang di bangku itu. Jum'at Agung malam itu memang terlihat ramai, walaupun jam masih menunjukan pukul tujuh lewat lima belas, namun di dalam gereja umat sudah memenuhi hampir semua bangku yang ada. Tak kuduga bangku yang tampaknya kosong dari belakang ternyata sudah "terisi" walaupun tidak ada orangnya. Kutatap kembali jejeran buku-buku misa dan tas wanita itu, terbayang olehku seolah ada tiga lembar kertas bertuliskan "RESERVED" di atasnya. Begitu berharganya bangku itu sehingga ada orang yang memesannya, layaknya memesan tempat di restoran atau di kafe-kafe. Mungkin orang-orang yang memesan tempat itu jarang pergi ke gereja, paling-paling saat Paskah atau Natal saja, sehingga merasa hanya mereka lah yang paling berhak duduk di dalam gereja. Atau mungkin juga mereka merasa bahwa dirinya adalah orang-orang penting yang selama ini selalu menjadi nomor satu di kantornya atau di perusahaannya, sehingga harus mendapatkan tempat "penting" di dalam gereja. Meskipun untuk itu mereka harus mengirim utusan khusus, entah anggota keluarganya, entah baby sitter-nya, entah pembantunya, atau mungkin juga sopirnya, untuk mendapatkan tempat "paling layak" di dalam gereja. Entahlah...

Kutatap kembali wajah wanita itu, yang sudah tak melihat ke arahku lagi. Sambil tersenyum kecut kupalingkan pandanganku mencari bangku yang kosong di depannya. Ah, ada dua di depan, aku dapat! Tuhan memang baik pikirku. Dua baris bangku di depan tampak masih kosong, kulangkahkan kakiku menuju baris bangku itu. Ketika hendak kududuki, lagi-lagi kulihat dua buah buku misa tergeletak di bangku itu. Kali ini yang duduk di dekat jejeran buku itu seorang laki-laki muda, tampak bersih, ganteng dan wangi aromanya, sesaat kemudian laki-laki itu menatapku sambil tersenyum. Senyuman yang penuh arti, seolah ingin mengatakan "Saya juga seperti wanita di belakang itu! Jadi silahkan cari tempat duduk yang lain". Oh My God. Kali ini aku tak perlu menunjukan rasa kagetku, bergegas kubalikan badanku menjauh dari bangku itu. Tak perlu lagi kucari bangku kosong yang ada di depannya, tak berharap ada bangku yang kosong buatku. Kalaupun ada mungkin bangku itu juga sudah diisi dengan buku misa, tas, kacamata, handphone, jaket, helm, atau juga malah sepatu. Goshhh.

Akhirnya aku duduk agak di belakang, itu pun setelah ada seorang Bapak yang baik hati menggeser duduknya memberikan sedikit ruang buatku. Setengah iri dan penasaran kutunggu dengan sabar, siapakah pemilik bangku-bangku kosong itu. Tepat jam delapan perayaan Jum'at Agung pun dimulai, umat berdiri menantikan arak-arakan. Sesekali kucuri pandang ke bangku kosong itu, berharap pemiliknya sudah berada di situ. Konsentrasiku mulai terganggu, karena hingga Bacaan Pertama tiga bangku itu masih kosong. Baru ketika Mazmur tiba, tampak seorang Bapak berbaju batik yang kelihatannya mahal, seorang wanita tua dengan riasan rambut menjulang ala Sahrini, dan seorang anak perempuan datang bergegas ke arah bangku kosong itu. Lega rasanya, akhirnya mengetahui pemilik bangku-bangku kosong itu. Oh, ternyata aku kini mengerti, mungkin tidak hanya merasa menjadi orang "penting", sepertinya mereka juga sengaja "memesan" bangku-bangku itu agar bisa datang sesuka hati mereka, mau datang terlambat atau tidak bukan jadi masalah, toh tetap dapat tempat yang "layak". (Berbahagialah mereka yang direndahkan di hadapan manusia, karena akan ditinggikan di hadapan Tuhan).

Lihat Juga:

Tema Minggu (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi