Melawan Lupa Belajar Tentang Kemanusiaan

 Ign.Sunito  |     26 Sep 2014, 18:37

Setiap tanggal 30 September kita selalu diingatkan akan tragedi kemanusiaan di mana usaha untuk mengungkapkan, terutama korban tak bersalah selalu terganjal baik oleh pemerintah sendiri maupun ormas agama. Bahkan pembuatan film yang bernuansa kemanusiaan "Lastri" yang disutradarai Eros Jarot ketika shooting di Solo dibubarkan oleh ormas yang selama ini terkenal selalu membuat onar di tahun 2012. Namun sebuah film The Act of Killing dengan sutradara Joshua Oppenheimer beredar ke seluruh dunia dan menjadi nominasi Oscar 2012. Film yang dibuat selama 7 tahun mengungkap kekejaman tragedi pasca 30 September 1965 pembantaian orang-orang tak bersalah yang dicap komunis tanpa pengadilan. Film ini dilarang beredar di Indonesia.

Generasi penerus mungkin tak berminat akan sejarah masa lampau di tengah iklim gadget sekarang ini. Namun banyak komponen yang tak kenal lelah menulis buku, membuat film untuk mengungkap luka dalam bangsa ini, yang tak kunjung terselesaikan. Korban dan keluarganya yang terkena stigma dan kehilangan hak-hak sipilnya selama hampir 50 tahun, mencari keadilan dan selalu terbentur "karang" tandas. Majalah TEMPO salah satu media yang berani mengungkapkan kebenaran sejarah, dengan menulis berbagai topik tentang fakta pasca 30 September1965. Fakta tak terbantahkan dengan berani menulis pelaku-pelakunya dibalik itu. Tidak ada gugatan hukum bagi yang terkena, dan berarti apa yang ditulis itu benar adanya.

HASIL INVESTIGASI KOMNAS HAM

Hasil investigasi final Komnas HAM 2012 di pertengahan tahun 2012 menyelesaikan penyelidikan peristiwa terkait tragedi 1965-1966. Dengan kesimpulan ada pelanggaran HAM berat dengan terjadi 9 jenis kejahatan kemanusiaan. Yaitu pembunuhan, pemusnahan massal (genocida),perbudakan,pengusiran/perpindahan penduduk dengan paksa, perampasan kemerdekaan/kebebasan fisik (dibuang ke pulau Buru), penyiksaan, penghilangan secara paksa (diculik dan hilang), pemerkosaan dan penganiayaan (terutama pada korban wanita).

Selanjutnya merekomendasi kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan penyelidikan selanjutnya. Namun di bulan November 2012 hasil Komnas HAM ini dikembalikan lagi oleh Kejakgung, karena tidak lengkap dan dimasalahkan pelaku yang diwawancara tidak disumpah. Desember 2012 Komnas HAM melengkapi lagi berkas dan menyerahkan kembali ke Kejakgung, dengan memberi fakta dan bukti yang cukup untuk menetapkan pihak yang harus bertanggungjawab melalui serangkaian upaya hukum seperti penggeledahan dan penyitaan barang bukti. Lagi-lagi Kejakgung menolak alasan Pengadilan HAM Ad Hoc belum terbentuk. Alasan yang benar-benar bullshit!

Ini alasan klasik yang mana kejahatan-kejahatan HAM berikutnya tetap tak terungkap, karena kuatnya penguasa. Dan Negara di bawah Presiden SBY menggantungnya terus.

Peristiwa biadab 1965-1966 dalam sejarah moderen membentuk watak dan luka kehidupan sosial Indonesia masa kini. Generasi penerus dibutakan sejak SD s/d Universitas. Ironinya dalam kebutaan itu kita gagap atau malah ikutan kalap kalau ada usaha yang mendudukkan keadilan dan kebenaran sebenarnya. Semua dibodohi dengan slogan," Awas Bahaya Laten Komunis!" Padahal Komunis sudah bangkrut dan tak laku lagi.

Sekali lagi tulisan ini tujuannya adalah untuk melawan lupa dan belajar tentang kemanusiaan. Tak ada tujuan lain!

Lihat Juga:

Tema Minggu (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi