Memulai Perdamaian dari dalam Hati

 Andreas Pratama  |     26 Sep 2014, 18:38

Pada tanggal 21 September 2014 yang lalu, dunia merayakan sebuah hari yang cukup penting, yaitu Hari Perdamaian Internasional. Sebagai salah satu bentuk partisipasi, sejumlah masyarakat Indonesia yang tergabung dalam The Wahid Institute merayakan hari tersebut dengan melakukan pawai di Bundaran HI pada tanggal 21 September silam. Salah satu hal yang menarik adalah pesan yang dibawa di dalam pawai tersebut: "Perdamaian tanpa Kedamaian adalah Ilusi".

Pesan tersebut bisa diartikan sebagai sebuah komitmen bagi kita, masyarakat Indonesia, dalam menjaga perdamaian. Beberapa waktu yang lalu, Gereja mengumumkan bahwa sebaiknya umat dan petugas paduan suara tidak lagi menyanyikan "Salam Damai", karena sejatinya bagian tersebut tidak masuk dalam liturgi. Meskipun nyanyian tersebut telah menghilang, kita pun akan tetap melakukan salam tersebut kepada para umat di sekitar kita, karena tak ingin menghilangkan kesan persaudaraan. Namun entah mengapa "persaudaraan" yang terjalin selama misa tiba-tiba menghilang.

Bila kita meluangkan waktu sejenak untuk mengamati sejenak lapangan parkir di depan gereja dan SMP Sang Timur usai misa mingguan, kita akan menemukan berbagai hal yang justru memberikan pembuktian terbalik. Dengan banyaknya kendaraan yang keluar secara serentak dari lapangan parkir, kemacetan menjadi hal yang amat mungkin terjadi. Umat yang awalnya memberikan salam damai dengan wajah penuh senyum, tiba-tiba berubah menjadi beringas dan tak malu-malu melontarkan caci-maki, hanya karena mobilnya terhalang oleh kendaraan lainnya.

Melihat hal yang kerap terjadi tersebut, penulis akhirnya merasa bahwa perdamaian kini hanya menjadi sebuah jargon yang terasa amat kosong, tak memiliki makna sama sekali. Seringkali kita menyuarakan pesan-pesan penuh perdamaian, tetapi sayangnya hati kita sama sekali tidak memiliki kedamaian. Yang ada hanyalah sebuah amarah dan rasa dengki yang ditimbulkan oleh keegoisan dan rasa ingin menang sendiri.

Sebagian orang pastilah akan langsung mengatakan bahwa dua hal tersebut adalah sesuatu yang sangat wajar, karena kita adalah manusia yang memiliki emosi. Namun tak semua hal yang wajar itu patut dibenarkan. Lagipula, belajar dari orangtua saya, emosi marah yang berlebihan kabarnya bisa menyebabkan darah tinggi (hipertensi) dan serangan jantung, dua penyakit yang paling banyak membunuh warga di seluruh dunia.

Persis seperti yang disampaikan oleh para peserta pawai, perdamaian haruslah dimulai dari diri kita sendiri. Ciptakanlah perdamaian di dalam hati kita masing-masing, sebelum kita menyuarakan perdamaian untuk dunia. Mulailah sebarkan benih-benih cinta di lingkungan sekitar kita, mulai dari keluarga, lingkungan sekitar, hingga lingkungan gereja.

Lihat Juga:

Tema Minggu (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi