Orang Hilang Menunggu Kepastian Keadilan

  26 Sep 2010, 20:08

Cinta dan kasihlah yang membuat kami tetap mampu bertahan. Cinta dan kasih dari anak, keluarga, teman kami yang tewas dan hilang yang membuat kami tetap kuat dan teguh meneruskan perjuangan mereka. (Sumiarsih, Bunda Br. Norma Irmawan, Wawan, yang tewas tertembak 13 November 1998 di depan kampus Atmajaya Jakarta).

Orang Hilang Menunggu Kepastian Keadilan

Sumiarsih bersama para orang tua, anggota keluarga korban kekerasan dan orang hilang, setiap hari Kamis hampir tiga tahun terakhir ini, berdiri di depan Istana Merdeka Jakarta. Membeberkan spanduk berisi permohonan keadilan dan kebenaran bagi para korban yang hilang. Aksi Kamisan ini entah sampai kapan? Hari Orang Hilang diperingati setiap tanggal 29 Agustus.

Aksi ini diinspirasi oleh gerakan The Mothers of Plaza de Mayo, di Buenos Aires, Argentina tahun 1976 yang melibatkan ibu-ibu yang dipelopori oleh Azusena Villaflor bersama 13 ibu-ibu yang anaknya hilang/dihilangkan oleh rezim diktator militer Jenderal Jorge Rafael Videla (1976-1983). Aksi diam mereka di plaza de Mayo membentangkan poster "Los desaparceidos estan presentes" Mereka yang hilang berdiri disini. Juga para ibu itu mengenakan tutup kepala berupa kain putih berbentuk segi tiga, simbol popok bayi, berisi tulisan nama-nama mereka yang hilang. Tuntutan para ibu hak atas kebenaran, apa sebenarnya yang terjadi atas anak-anak mereka? Mengapa mereka dihilangkan? Bagaimana cara mereka tewas? Dimana kuburnya? Dimana kerangkanya? Siapa yang bertanggungjawab?

MATI RASA?Berbicara tentang orang hilang/dihilangkan pasti akan berhubungan dengan konspirasi penguasa. Tak jauh-jauh contoh dari aksi Kamisan itu (13 orang hilang tahun 1998), kasusnya terkatung-katung dan berkasnya bolak-balik dari Komnas HAM-Kejaksaan Agung-DPR. Tidak heran para penguasa tak ada rasa simpati kepada para korban.Kita ingat terhadap nasib 13 orang itu ketika Orba masih jaya 1997, ucapan Menteri Penerangan, Jenderal Hartono di Istana Negara, "wong ilang-ilang karepe dewe" (hilang dan ngilang kehendaknya sendiri). Dalam pemerintahan otoriter para pengambil kebijakan publik/politisi tidak terlatih dengan perspektif/cara pandang dari sisi korban. Ingat saja bagi korban yang lebih besar lagi ketika pasca 30 September 1965. Sulit dicari siapa yang bertanggungjawab?

Korban orang hilang 1998 memang dibebankan kepada Tim Mawar Kopassus (melalui pengadilan). Namun menelusuri mereka yang bertanggungjawab, masih banyak yang hidup namun susah membuktikan akibat konspirasi. Mereka umumnya sudah mati rasa melihat penderitaan orang lain akibat perbuatannya. Kalau mereka menjadi politisi, begitu teganya ngeles atau berdalih membicarakan ada tidaknya hukum yang mengatur, prosedur, dan mekanisme pertanggunganjawaban. Katimbang berbuat keadilan. 12 tahun Reformasi masih ada tarik ulur antara kubu penguasa dan kubu rekonsiliasi. Bahkan UU Rekonsiliasi dimentahkan oleh Mahkamah Konstitusi semasa ketuanya, Jimmly Asidiqi. Karena pengaruh sektarian yang kental

Roh dari Hari Orang Hilang adalah korban yang mempunyai hak untuk mengetahui kebenaran, hal atas keadilan, hak untuk reparasi. Contoh terbaik adalah Afrika Selatan, di sana hak korban terpenuhi, dari rehabilitasi, kompensasi, restitusi. Nelson Mandela tidak mengutamakan balas dendam. Namun untuk mencegah terjadinya kejahatan di masa mendatang. Terlebih dengan cara menghilangkan orang.

(IG. Sunito)

Lihat Juga:

Tema Nasional (WM) Lainnya...

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi